Hanya 2 Smelter yang Rampung Terbangun Sepanjang 2018

Agung Samosir | Katadata
12/2/2019, 10.49 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hanya ada dua fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) mineral yang rampung pengerjaannya tahun lalu. Progres ini lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai lima unit smelter.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, kedua smelter yang selesai dibangun tahun lalu adalah smelter nikel milik PT Virtue Dragon (tahap II) dan PT Bintang Smelter Indonesia (1 line). Smelter Virtue Dragon merupakan pembangunan kelanjutan pembangunan tahap I yang telah selesai pada 2017.

Selain Virtue Dragon, ada empat smelter lainnya yang rampung pada 2017. Kelimanya adalah smelter nikel yang dibangun PT COR Industry Indonesia dan PT Surua Saga Utama, serta smelter besi yang dibangun PT Sebuku Iron Lateritic Ores dan PT Sumber Baja Prima.

(Baca Telaah: Babak Baru Kepastian Pembangunan Smelter Freeport)

Dengan tambahan lima unit di 2017 dan dua unit di 2018, maka total smelter yang telah beroperasi hingga akhir tahun lalu mencapai 27 unit. Mayoritas smelter yang telah beroperasi adalah pengolahan dan pemurnian nikel sebanyak 17 unit, disusul oleh 4 smelter besi, serta smelter tembaga, dan bauksit masing-masing 2 unit.

"Total realisasi smelter hingga tahun 2018 sebanyak 27 smelter," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Senin (11/2). Dia juga mengatakan kewajiban pembangunan unit pengolahan dan pemurnian ini harus selesai paling lambat tahun 2022.

Progres program hilirisasi pertambangan berjalan lambat. Sebenarnya, Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan paling lambat pada 2014. Namun, pemerintah memundurkan batas waktunya menjadi 2022.

(Baca: Pembangunan Smelter Belasan Perusahaan Tambang 'Jalan di Tempat')

UU Minerba mensyaratkan pengelolaan minerba tidak boleh dilakukan hanya dengan mengekspor bahan mentah, tetapi harus diolah di dalam negeri. Dengan begitu, dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara, pengelolaan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Sebagai petunjuk pelaksanaan pengelolaan mineral dan batubara, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 beserta Peraturan Menteri ESDM sebagai regulasi turunannya, adalah solusi terbaik untuk mempercepat peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri.