Freeport Belum Bayar Denda Rp 460 Miliar Pemakaian Kawasan Hutan

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
petugas dari satuan brimobda diy satgas amole iii 2015 bko pt freeport indonesia berjaga di area tambang terbuka pt freeport indonesia di timika, papua. satgas amole iii bertugas guna menjaga wiayah pertambangan freeport dari berbagai gangguan.
21/12/2018, 21.15 WIB

PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga kini belum membayar denda Rp 460 miliar dari pemakaian kawasan hutan lindung tanpa izin. Alasannya, hingga kini Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) belum juga diterbitkan.

Direktur Utama PTFI Tony Wenas mengatakan denda itu akan dibayar setelah IPPKH terbit. “Segera setelah IPPKH keluar,” kata dia di Jakarta, Jumat (21/12).

Seperti diketahui, PTFI telah memakai kawasan hutan lindung tanpa izin seluas 4.535,93 hektare (ha). Alhasil, mereka harus membayar denda tersebut.

Menteri LHK Siti Nurbaya sebenarnya pernah mengatakan IPPKH bisa terbit Rabu (19/12). Ini karena menunggu finalisasi dari Pemerintah Derah Papua. "Rekomendasinya sudah ada. Sedang proses finalisasi dan harusnya hari ini sudah bisa diselesaikan," kata dia, di Jakarta, Rabu (19/12).

Sementara itu, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) telah melunasi pembayaran divestasi 51,23% saham PT Freeport Indonesia. Mereka harus mengeluarkan dana US$ 3,85 miliar.

Dari pembayaran divestasi saham ini, akhirnya PTFI mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi dari pemerintah. Ini seiring selesainya proses divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia ke pemerintah dalam hal ini PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

IUPK Operasi Produksi merupakan pengganti Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang berlaku sejak 1967 dan diperpanjang pada 1991 hingga 2021. Terbitnya IUPK Operasi ini, Freeport mendapatkan kepastian hukum dan berusaha hingga 2041 dengan skema 2 x 10 tahun.

(Baca: Divestasi Tuntas, Freeport Dapat Izin Tambang hingga 2041)

Freeport juga mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi dengan adanya IUPK Operasi tersebut. Perusahaan asal Amerika Serikat ini pun akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.