PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero belum akan menaikkan tarif dasar listrik meski merugi Rp 18,4 triliun selama sembilan bulan terakhir. Alasannya, kerugian itu hanya ada dalam pembukaan bukan secara operasional.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan sampai saat ini belum ada pembicaraan mengenai tarif listrik dengan pemerintah. “Tidak ada kenaikan tarif," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/10).
Menurut Sofyan, penyebab kerugian itu adalah nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing melemah. Selain itu ada faktor harga beli Bahan Bakar Minyak (BBM).
Jika dirinci, beban Solar naik Rp 6 triliun, sedangkan batu bara meningkat Rp 5 triliun. Begitu pula, dengan beban gas alam yang naik Rp 5 triliun.
Hingga September 2018, beban usaha berupa bahan bakar dan pelumas mencapai Rp 101,87 triliun atau naik 19,45% dibandingkan periode sama 2017. Alhasil, beban usaha membengkak 12% menjadi Rp 224 triliun.
Penyebab lain kerugian PLN adalah kenaikan kewajiban pembayaran bunga utang. Selama sembilan bulan terakhir perusahaan memiliki kewajiban bunga Rp 14,2 triliun atau naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 13,7 triliun.
Menurut Sofyan, keuangan PLN juga masih kuat. Likuiditas PLN masih surplus US$ 500 juta. Bahkan perusahaan pelat merah ini menargetkan hingga akhir tahun bisa meraup laba hingga US$ 9 juta.
(Baca: Faktor Rupiah dan Harga Energi, Rugi PLN dalam 3 Bulan Meroket Rp 13 T)
PLN juga sudah melakukan restrukturisasi utang. Beberapa pekan lalu, PLN mendapatkan obligasi US$1,5 miliar. Utang jangka pendek awal tahun depan juga sudah dimundurkan sekitar 20 hingga 30 tahun. “Sehingga cash flow kami sangat kuat,” ujar dia.