Chevron menyoroti beberapa kebijakan pemerintah yang bisa berdampak pada iklim investasi minyak dan gas bumi Indonesia. Setidaknya, ada beberapa usulan dari perusahaan energi asal Amerika Serikat itu ke pemerintah untuk meningkatkan investasi.

Dalam forum US-Indonesia Investment Summit 2018, Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak menyoroti skema kontrak bisnis hulu migas di Indonesia. Saat ini, pemerintah menerapkan skema kontrak bagi hasil gross split. Dengan skema ini, tidak ada lagi pengembalian biaya operasional (cost recovery).

Menurut Albert, pemerintah sebaiknya tidak hanya menerapkan satu skema kontrak. “Kami butuh beberapa jenis kontrak. Tidak hanya gross split PSC, tapi cost recovery," kata dia di Jakarta, Kamis (27/9).

Chevron juga mengusulkan agar pemerintah tetap menghormati kesucian kontrak (santity contract) yang telah ditandatangani. Ini terkait dengan kebijakan yang mewajibkan kontraktor menjual minyak yang menjadi bagiannya ke PT Pertamina (Persero).

Menurut Albert, Chevron dan pelaku industri migas lainnya yang tergabung Indonesia Petroleum Association (IPA) mendukung kebijakan tersebut. Akan tetapi, pemerintah harus bisa memastikan kebijakan itu bisa diterima secara hukum.

Jadi kebijakan itu masih terus menjadi pembahasan antara IPA, Kementerian ESDM, dan  SKK Migas. “Ini untuk memastikan regulasi ini bisa diimplementasikan dan dalam hal ini investor dapat terlindungi secara hukum," kata Albert.

Halaman: