Semester I-2018, PLN Rugi Rp 5,3 Triliun Akibat Kurs dan Pajak

Arief Kamaludin|KATADATA
PLN
29/8/2018, 22.09 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mengalami kerugian selama semester I tahun 2018. Penyebabnya adalah melemahnya nilai tukar Rupiah (Rp) terhadap mata uang asing (kurs) dan beban pajak.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak awal Januari hingga Juni 2018, PLN menderita rugi sebesar Rp 5,3 triliun. Padahal periode yang sama tahun lalu, bisa mencatatkan laba Rp 2,03 triliun.

Rugi kurs PLN selama enam bulan pertama tahun 2018 mencapai Rp 11,5 triliun. Seperti diketahui, saat ini kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (US$) mencapai Rp 14.600. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 hanya dipatok Rp 13.400.

Melemahnya nilai tukar ini juga ikut menambah biaya operasional PLN. Meski sudah melakukan lindung nilai (hedging) untuk pembelian bahan bakar berupa gas dan batu bara, itu tak bisa berefek lama. “Hanya bisa tiga sampai enam bulan," kata Direktur Pengadaan Korporat PLN, Syovfi Rukman di Jakarta, Rabu (29/8). 

Adapun beban pajak PLN selama semester I tahun 2018 itu juga membengkak menjadi Rp 7,2 triliun, dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,06 triliun. Padahal, sebelum ada pajak, PLN bisa mencatatkan laba Rp 1,8 triliun.

Sementara itu, total pendapatan PLN mencapai Rp 131 triliun. Capaian itu meningkat dari semester I tahun 2017 yang mencapai Rp 122,4 triliun.

Meski begitu, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT PLN Amir Rosyidin mengatakan periode Juli 2018 ada keuntungan yang bisa diperoleh PLN. “Namun maasih di bawah Rp 1 triliun," ujar dia. 

Pertumbuhan konsumsi listrik hingga Juli 2018 mencapai 5,1 persen. Dalam empat bulan kedepan PLN berharap dapat meningkatkan konsumsi listrik walaupun tidak mencapai target yaitu 6,3 persen.

(Baca: Konsumsi Listrik PLN Turun 46% Sepanjang Semester I-2018)

Dalam meningkatkan penjualan listrik pihaknya  akan terus mendongkrak penggunaan listrik PLN  terutama di daerah Kalimantan dan Halmerah. Ini karena daerah tersebut memiliki banyak pabrik pengolahan dan pemurnian tambang (smelter).

Reporter: Fariha Sulmaihati