PT Pertamina (Persero) membuka peluang adanya revisi target perolehan laba tahun ini. Pertimbangannya adalah pendapatan dan beban yang harus ditanggung perusahaan pelat merah itu..
Direktur Keuangan Arief Budiman mengatakan dari segi hilir, perusahaan mengalami penurunan pendapatan. Penyebabnya adalah tidak adanya perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Solar dan Pertamina di tengah meningkatnya harga minyak dunia.
Tidak naiknya harga ini juga menambah beban Pertamina. Ini karena, pemerintah hanya menyubsidi Solar, sedangkan Premium tidak.
Pertamina masih menghitung beban yang harus ditanggung akibat menahan harga BBM. Arief berharap ada ruang menambah subsidi Solar untuk meringankan beban keuangan perusahaan. Apalagi Kementerian ESDM berencana menambah subsidi Solar hingga Rp 2.500 per liter dari sebelumnya Rp 500 per liter.
Elia Massa Manik, saat menjabat Direktur Utama Pertamina pernah mengatakan di Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, pada Januari 2018, jika harga minyak naik ke level US$ 60 per barel, sementara kebijakan harga BBM tetap sepanjang tahun, laba Pertamina hanya US$ 1,7 miliar. Laba itu terus tergerus menjadi US$ 1 miliar jika jika harga minyak menyentuh US$ 70 per barel.
Saat ini harga minyak jenis Brent sudah mencapai level US$ 73 per barel. Sementara harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) Juni 2018 sebesar US$ 70,36 per barel.
Namun, menurut Arief, pemerintah sudah melunasi beberapa sebagian piutang subsidi tahun 2016 sebesar Rp 15 triliun. Meskipun, ada piutang yang belum terbayar, upaya pemerintah itu sudah cukup banyak membantu keuangan perusahaan.
Di sisi lain, kenaikan harga minyak itu juga berdampak positif di hulu migas. Alhasil, Arief berharap keuntungan dari sektor hulu ini bisa menutupi sisi hilir.
Upaya lain Pertamina menyehatkan keuangan adalah dengan efisiensi. Target tahun ini efisiensi bisa mencapai Rp 4 triliun. Sedangkan hingga Semester I tahun 2018 sudah mencapai sekitar Rp 2 triliun.
Dengan upaya tersebut, Pertamina optimistis, kinerja keuangan selama semester I tahun 2018 bisa positif. Namun, memang tidak menutup kemungkinan adanya revisi perolehan laba dari target awal US$ 2,5 miliar.
Revisi ini akan dilakukan setelah ada keputusan dari pemerintah tentang kondisi keuangan perusahaan. “Target awal US$ 2,5 miliar tapi nanti dilihat dampak ini kebijakan seperti apa dan kami mau revisi. Kebijakannya dulu nanti kami hitung,” ujar Arief di Jakarta, Selasa (24/7).
(Baca: Kebijakan Harga BBM Bisa Ancam Laba Pertamina)
Meksi begitu, Pertamina menjamin tidak ada rencana investasi jangka panjang yang dibatalkan. Hanya, beberapa proyek seperti kilang akan mengalami penundaan.