Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengidentifikasi empat penyebab belum maksimalnya pelaksanaan kewajiban perusahaan batu bara untuk memasok ke dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Beberapa kendala itu merupakan permasalahan internal di dalam negeri.

Kepala Sub Direktorat Geologi, Pertambangan Umum dan Panas Bumi Bappenas Togu Pardede mengatakan faktor pertama tak serapnya batu bara untuk dalam negeri adalah pertumbuhan ekonomi secara maksimal. Pertumbuhan ekonomi ini mempengaruhi konsumsi listrik dan kapasitas pembangkit listrik, terutama yang berbahan bakar batu bara.

Kedua, perbedaan kualitas batu bara yang dihasilkan perusahaan tambang, dengan yang dibutuhkan pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). Saat ini, batu bara yang dihasilkan perusahaan dalam negeri berkalori rendah (low). Di sisi lain, pembangkit baru PLN hanya bisa mengelola batu bara kalori sedang.

Alhasil, perusahaan tambang ada yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO. “Karena spesifikasi tadi," kata Togu dalam diskusi di Jakarta, Rabu (6/6).

Ketiga adalah terhambatnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan baku batu bara. Hambatan utama itu antara lain masalah teknis, keuangan, dan lahan. 

Keempat, harga batu bara di dalam negeri yang dinilai belum ekonomis bagi pelaku. Apalagi harga batu bara dalam negeri juga tidak mengikuti harga internasional. "Kesepakatan harga itu ada yang harga batu bara acuan, ada yang cost plus margin. Itu yang tidak ketemu," kata dia.

Halaman: