Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menyerahkan pengelolaan delapan blok minyak dan gas bumi (migas) yang kontraknya berakhir tahun ini kepada PT Pertamina (Persero). Ini ditandai dengan penandatangan kontrak antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dengan PT Pertamina (Persero), Jumat (20/4).
Delapan blok itu adalah Ogan Komering, Sanga Sanga, North Sumatra Offshore (NSO), Southeast Sumatra (SES), East Kalimantan, Attaka dan Tengah. “Akhirnya hari ini ditandatangani kontrak delapan blok migas yang akan berakhir, dikelola Pertamina seluruhnya,” kata Direktur Jenderal Migas Djoko Siswanto, di Jakarta, Jumat (20/4).
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Blok Attaka dan East Kalimantan digabung menjadi satu kontrak gross split. Blok lainnya yang menggunakan gross split adalah Ogan Komering, Tuban, NSO, Sanga-Sanga, dan SES.
Namun, untuk Blok Tengah tetap menggunakan skema cost recovery. Ini karena kontraknya akan digabung dengan Blok Mahakam.
Adapun bonus tanda tangan yang sudah dibayar Pertamina untuk tujuh kontrak blok migas tersebut mencapai US$ 33,5 juta atau setara Rp 448,9 miliar. Perkiraan nilai Investasi dari pelaksanaan kegiatan komitmen pasti tiga tahun pertama di tujuh kontrak itu sebesar US$ 556,45 juta atau setara Rp 7,45 trilliun. Dari total komitmen pasti itu, 10% sudah dibayar Pertamina dalam bentuk performance bond.
Dengan kontrak itu, Pertamina akan menjadi operator di delapan blok tersebut. Namun, mereka wajib memberikan 10% hak kelola (participating interest/PI) kepada pemerintah daerah.
Untuk mitra eksiting yang berminat memiliki hak kelola, harus bernegosiasi dengan Pertamina secara bisnis yang wajar (business to business/ b to b). Artinya konsep awal pemerintah menentukan porsi hak kelola Pertamina dan eksisting di delapan blok itu sudah tidak berlaku.
Setelah penandatangan ini, Djoko meminta Pertamina menyelesaikan biaya- biaya yang belum dipulihkan (unrecover cost) kepada kontraktor lama dalam tempo sesingkat-singkatnya. Ini karena masa berakhirnya kontrak tersebut sudah hampir dekat. Di sisi lain, kontraktor lama yang masih memiliki kewajiban hingga kontraknya berakhir harus melaksanakan komitmennya hingga kontrak selesai.
Harapan lainnya adalah Pertamina tetap menggunakan pekerja yang sudah ada di delapan blok tersebut. "Kami berharap pertamina tetap gunakan tenaga kerja yg bekerja di operator sebelumnya," kata dia.
Pemerintah juga berharap agar produksi minyak dan gas bumi harus ditingkatkan. Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, delapan blok tersebut dapat menghasilkan minyak sebesar 68.599 barel per hari (bph) dan gas sebesar 306 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
Pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan akan menyelesaikan hak dan kewajiban di blok blok tersebut dengan kontraktor lama agar masa transisi bisa berjalan mulus. "Yang harus segera kami lakukan itu kami lakukan semua," ujarnya.
(Baca: Membedah Delapan Blok Migas yang Akan Mendongkrak Aset Pertamina)
Kebijakan mengenai delapan blok ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1793 K/12/MEM/2018.Berikut ini daftar bagi hasil Pertamina dan pemerintah di blok tersebut:
1)Blok Tuban. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak : pemerintah 44% kontraktor 56%. Bagi hasil gas : pemerintah 39% gas 61%
2)Blok Ogan Komering. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak : pemerintah 46% kontraktor 54%. Bagi hasil gas : pemerintah 41% gas 59%
3)Blok North Sumatra Offshore. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak : pemerintah 35,5% kontraktor 64,5%. Bagi hasil gas : pemerintah 30,5% kontraktor 69,5%
4)Blok Southeast Sumatera. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak 31,5% kontraktor 68,5%. Bagi hasil gas 26,5% gas 73,5%
5)Blok Sanga-Sanga. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak : pemerintah 51% kontraktor 49%. Bagi hasil gas : pemerintah 46% kontraktor 54%
6)Blok East Kalimantan dan Attaka. Kontrak 20 tahun. Bagi hasil minyak : pemerintah 39% kontraktor 61%. Bagi hasil gas : pemerintah 34% kontraktor 66%