PT Pertamina (Persero) menilai rencana pengaturan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi bisa mengganggu bisnisnya. Apalagi saat ini, harga BBM nonsubsidi seperti Pertalite belum berada di titik keekonomian.
Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan harga keekonomian Pertalite saat ini adalah Rp 8.000 per liter. Sementara, harga yang dijual ke masyarakat masih Rp 7.800 per liter. "Pasti (terganggu), tapi nominal segala macam belum dihitung," kata dia di DPR, Jakarta, Selasa (10/4).
Seperti diketahui, pemerintah akan mengatur harga BBM nonsubsidi untuk menjaga daya beli masyarakat. Jadi, nantinya seluruh badan usaha yang ingin mengubah harga harus memperoleh persetujuan pemerintah.
Pemerintah juga akan menghapus batas bawah margin BBM. Alhasil, badan usaha hanya memiliki batas maksimal margin penjualan BBM sebesar 10%. Saat ini margin masih dibatasi batas bawah 5% dan batas atas 10%.
Namun demikian, Corporate Secretary Pertamina Syahrial Mukhtar belum mau berkomentar hingga aturan itu terbit. "Tunggu Peraturan Presiden keluar. Kami tidak mau berandai-andai" ujar dia.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pengaturan harga ini ini tidak membuat badan usaha rugi. Ppemerintah akan tetap menjaga badan usaha tetap untung dalam berjualan BBM nonsubsidi dengan kebijakan baru itu nanti. "Pada dasarnya pasti untung tapi tidak besar," kata dia.
Menurut Djoko latar belakang aturan ini diterapkan agar daya beli masyarakat tetap terjaga, khususnya dalam membeli nonsubsidi. Apalagi saat ini pemerintah mendorong agar BBM non subsidi semakin digemari masyarakat karena kualitasnya yang lebih baik.
Untuk itu harganya jangan sampai memberatkan masyarakat. "Supaya tidak semua tidak beralih ke Premium, ya naiknya jangan tinggi-tinggi. Supaya masyarakat tetap memakai bahan bakar nonsubsidi," kata Djoko.
Adapun, menurut Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika, jika nantinya mengatur harga BBM nonsubsidi, pemerintah tidak bisa membebankan selisih harga keekonomian dan yang dijual masyakarat ke PT Pertamina (Persero). Ini karena status Pertamina yang badan usaha. Artinya tunduk Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 19 tahun 2003.
Artinya, Pertamina tidak boleh merugi. “Kalau BUMN yang menanggung itu melanggar UU BUMN. Amanat UU BUMN itu mencari untung, ini ada rugi yang diniatkan,” ujar dia.
(Baca: Pemerintah Akan Atur Harga BBM Nonsubsidi Pertamina dan Swasta)
Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah melalui skema subsidi (Public Service Obligation/PSO). Artinya itu ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).