Harry juga menilai rendahnya produksi dan lifting itu karena Kementerian ESDM tidak melakukan terobosan baru dalam upaya meningkatkan produksi migas. Faktor lainnya adalah tidak ada temuan blok atau lapangan baru sehingga mau tak mau produksi migas pun ikut turun.

Sementara itu,Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan setidaknya ada dua hal yang bisa membuat  produksi migas belum mencapai target hingga saat ini. Kedua faktor itu harus segera pemerintah tindaklanjuti.

Pertama, adanya gangguan operasi produksi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown). Kedua, terkendala masalah nonteknis seperti  belum adanya kepastian perpanjangan blok yang akan habis kontrak. "Karena terkait pengembalian modal apabila tidak diperpanjang," kata dia.

Kendala nonteknis lainnya adalah perizinan. Faktor ini dinilai menjadi salah satu penghambat kontraktor migas dalam menjalankan operasi. (Baca: Ketidakjelasan Nasib Kontrak 8 Blok Migas Ancam Target Lifting)

Namun, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial membantah belum adanya keputusan delapan wilayah kerja itu membuat produksi  dan lifting migas nasional turun. “Pemerintah kan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2017 untuk menjamin investasi di blok migas yang berakhir akan diganti," kata dia di Jakarta,Jumat (23/3).

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia