Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar membantah perhitungan Wood Mackenzie mengenai surplus pasokan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) tahun ini. Sebelumnya lembaga internasional itu memprediksi tahun ini ada kelebihan pasokan LNG sebesar 3,2 Juta Metrik Ton (MT).
Menurut Arcandra, angka 3,2 juta MT ton itu terlalu besar. Jika dikonversi, angka itu bisa setara dengan 70 kargo gas. Angka itu juga setara dengan setengah dari produksi Blok Masela jika sudah beroperasi atau setara 1 train Proyek Tangguh.
Sementara menurut Arcandra, kargo yang tidak terserap tahun ini hanya 20. “Mungkin enggak 70 kargo? itu tidak mungkin. Kami akan keluarkan neraca gas. Itu tidak benar. Menurut Kementerian ESDM angka itu kebesaran," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (21/3).
Selain itu, Arcandra membantah produksi LNG dari Kilang Bontang yang disampaikan Wood Mackenzie. Konsultan internasional itu menyebut produksi LNG dari Kilang Bontang bisa mencapai 9 Juta MT tahun ini.
Padahal, menurut perhitungan Arcandra, tahun ini produksi LNG Bontang di bawah 9 juta MT. Ini karena sekitar lima kontrak LNG dari Bontang habis pada tahun lalu dan tidak diperpanjang, sehingga produksi Bontang tahun ini juga tidak besar. "Bontang sekarang empat train, tidak produksi penuh," kata dia.
Penyebab lainnya produksi LNG Bontang tidak setinggi itu adalah produksi Blok Mahakam yang turun dibandingkan tahun lalu. Blok Mahakam merupakan salah satu blok yang berkontribusi besar memasok gas ke Kilang Bontang.
Menurut Arcandra juga, semua kargo yang diproduksi dari Kilang Tangguh dan Donggi Senoro sudah terkontrak semua tahun ini. Produksi LNG dari Tangguh sebesar 7 juta MT. Sementara LNG dari Donggi Senoro juga sudah terkontrak ke pembelinya dengan diubah menjadi gas pipa.
Untuk itu Arcandra berjanji dalam waktu dekat akan menerbitkan neraca gas Indonesia. Dengan begitu data kebutuhan dan pasokan LNG dalam negeri dapat dilihat setiap tahunnya.
Sebelumnya Senior Expert Gas&Power Wood Mackenzie Edi Saputra mengatakan produksi LNG Indonesia tahun ini sekitar 18,5 juta Metrik Ton/MT. Perinciannya 9 juta MT berasal dari Kilang Bontang yang dikelola PT Badak NGL. Kemudian ada 7 juta MT dari Kilang Tangguh yang dikelola BP. Sisanya berasal dari Donggi Senoro.
Dari produksi itu, sebanyak 12,5 juta MT akan diekspor ke Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Tiongkok. Sisanya sebesar 6 juta MT akan dialokasikan untuk pasar dalam negeri.
Namun, dari 6 juta MT alokasi domestik itu, Edi memperkirakan hanya terserap 2,8 juta MT. Serapan itu lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 2,4 juta MT. Penyebabnya adalah mulai beroperasinya pembangkit listrik berbahan bakar gas.Meski penyerapan dalam negeri meningkat, Indonesia masih kelebihan pasokan sekitar 3,2 juta MT. “Itu terlalu besar untuk pasar spot LNG," kata Edi di Jakarta, Jumat (16/3).
Kelebihan pasokan ini diprediksi akan berlangsung hingga tahun 2024. Alasannya tahun 2019 akan ada LNG dari luar negeri yang masuk domestik. LNG ini berasal dari kontrak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) dengan beberapa perusahaan luar seperti Cheniere dan Woodside. Gas -gas itu akan mulai dipasok pada 2019 mendatang.
(Baca: Wood Mackenzie Prediksi Indonesia Kelebihan Pasokan LNG Hingga 2024)
Edi mengatakan ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah agar kelebihan pasokan gas alam itu bisa ditangani. Salah satunya adlaah membuka keran ekspor terhadap gas yang tidak terserap.