Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM telah mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 tahun 2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing/TKA dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia pada Kegiatan Usaha Migas. Namun, pencabutan ini tak otomatis TKA bisa seenaknya masuk di Indonesia.
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Budiyantono mengatakan tetap mengedepankan pekerja dalam negeri. Bahkan ada beberapa posisi yang tidak boleh diisi pekerja asing. "Tenaga kerja kasar dan security, sudah banyak. Jangan lah pakai asing," ujar dia di Jakarta, Kamis (15/3).
Namun, ada beberapa pos yang terbuka untuk tenaga asing, terutama di sektor hulu migas yang mempunyai tantangan teknologi. Salah satu contohnya adalah proyek migas laut dalam (Indonesian Deep Water/IDD) yang masih membutuhkan tenaga kerja asing dan teknologi mumpuni agar proyek bisa dikembangkan.
Untuk itu Budi menegaskan dengan dicabutnya aturan Permen ESDM 31 Tahun 2013 tidak akan membuat banjir pekerja asing. Pencabutan aturan itu justru untuk memangkas proses birokrasi pengajuan TKA di sektor migas.
Pengurusan TKA kini menjadi satu pintu di Kementerian Ketenagakerjaan. Ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres). "Sekretaris kabinet saat ini mengumpulkan kami semua untuk membahas ini," kata dia.
Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) SKK Migas Muhammad Arfan mengatakan tren jumlah pekerja asing di sektor hulu migas juga mulai turun. Salah satu penyebabnya adalah harga minyak yang turun sejak 2014 lalu, sehingga pekerjaan proyek juga sedikit.
Alasan lainnya adalah penundaan beberapa proyek, sehingga beberapa pekerja asing dipulangkan ke negaranya agar tidak membebani biaya operasi. Apalagi gaji pekerja masuk dalam penggantian biaya operasi (cost recovery).
Alhasil, penghematan cost recovery dari penurunan jumlah TKA di hulu migas sejak tahun 2014 hingga 2016 mencapai US$ 200 juta. Adapun saat ini jumlah tenaga kerja di hulu migas diatas 28.000 orang. Dari jumlah itu 300 orang merupakan ekspatriat.
Pekerja asing itu tersebar di Blok Rokan dan East Kalimantan yang dikelola oleh Chevron, lalu ExxonMobil di Blok Cepu. Ada juga kontraktor seperti BP di proyek Tangguh. "Jumlah TKA yang ada saat ini sudah cukup ideal untuk beri sinyal kita menghargai investasinya," kata dia.
Dari sejumlah perusahaan asing itu, Arfan menilai ExxonMobil di Blok Cepu menggunakan TKA lebih sedikit dibandingkan kontraktor yang lain. Jumlah TKA yang dipakai Exxon di Blok Cepu hanya mencapai 18-19 orang. Sementara yang paling banyak diisi oleh Chevron sekitar 63 orang yang tersebar di Rokan dan East Kalimantan.
(Baca: Aturan Pembatasan Tenaga Kerja Asing Sektor Migas Dihapus)
Menurut Arfan dengan dicabutnya Permen 13/2013, SKK Migas tetap memiliki peran dalam menyeleksi pekerja asing. Nantinya SKK Migas akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan terkait jabatan dan posisi apa yang bisa diisi oleh TKA pada sektor hulu migas di Indonesia.