Kreditur atau vendors Petroselat Ltd meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menolak rencana PetroChina mengakuisisi atau mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Permintaan itu disampaikan melalui surat kuasa dari kantor hukum Setiawan&Partners selaku perwakilan kreditur ke Menteri ESDM.
Managing Partner Hendra Setiawan Boen mengirimkan surat itu kepada Menteri ESDM sejak 11 Januari 2018. Selain ke Menteri ESDM, surat itu ditembuskan ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Direksi PetroChina International Selat Panjang Ltd, dan Kurator Petroselat Ltd (Ltd).
Meski sudah disampaikan pekan lalu, sampai saat ini belum ada respon dari Kementerian ESDM. “Belum ada balasan,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Senin (15/1).
Surat bernomor 16/S&P-L/I/2018 itu setidaknya memuat beberapa poin, yakni:
Pertama, sepanjang pengetahuan terbaik kami, setiap kontrak bagi hasil migas memuat pengaturan yang pada pokoknya menyatakan bahwa semua kontraktor wajib memberikan dukungan keuangan dan teknis yang dibutuhkan dalam operasi migas, termasuk dan tidak terbatas kepada biaya kegiatan operasional. Kami yakin ketentuan yang sama juga terdapat dalam kontrak bagi hasil Selat Panjang yang ditandatangani PetroChina.
Kedua, oleh karena itu cukup jelas bahwa sebagai pemegang 45% participating interest dalam Petroselat Ltd (dalam pailit) maka PetroChina memiliki tanggung jawab untuk menanggung setidaknya 45% dari jumlah tagihan para vendors yaitu sebesar Rp 117,65 miliar.
Ketiga, kepailitan dan status insolvensi dari Petroselat adalah bukti bahwa PetroChina telah melalaikan kewajiban hukumnya selaku kontraktor blok Selat Panjang. Kelalaian ini semakin terbukti dari pernyataan manager keuangan Petroselat, Bapak Sonny Hendrawan dalam Rapat Kreditur di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 19 Oktober 2017 bahwa PetroChina belum memenuhi seluruh kewajiban cash call mereka kepada Petroselat.
Keempat, dapat kami informasikan bahwa walaupun para kreditur telah berulang kali mengingatkan PetroChina akan kewajiban hukumnya, mereka menolak. Penolakan itu secara eksplisit dalam surat PetroChina kepada kurator Petroselat tanggal 5 Oktober 2017, Ref No: 0008/PCSP/2017, yang di antaranya menyatakan:
“Sehubungan dengan undangan dimaksud, kami sampaikan bahwa kami tidak dalam kapasitas untuk menghadiri rapat tersebut. PetroChina International Selat Panjang Ltd tidak memiliki kaitan langsung dengan kasus dan proses kepailitan Petroselat Ltd dengan para krediturnya sehingga kiranya komunikasi dan diskusi terkait penyelesaian proses kepailitan Petroselat Ltd agar dapat langsung dilakukan dengan pihak terkait, dalam hal ini PT Petronusa Bumi Bakti dan International Mineral Resources Inc”.
PetroChina dan pihak kreditur atau vendor memang beberapa kali melakukan komunikasi. Pihak kreditur mengirim surat nomor 310.28/PAILIT-PS/JC/X/17perihal undangan rapat dengan agenda pembahasan perdamaian Petroselat Ltd. Rapat itu dijadwalkan 5 Oktober 2017 dan 18 Oktober 2017.
Namun, surat itu dibalas PetroChina tanggal 5 Oktober 2017. Surat bernomor Ref No: 0008/PCSP/2017 dan ditandatangani Act President Maryke P.Y. Pulunggonon ini menyampaikan tidak bisa hadir dengan alasan tidak memiliki kaitan langsung dengan kepailitan.
Kemudian, melalui Hendra Setiawan Boen tanggal 20 Oktober 2017, kreditur mengirimkan surat kepada President PetroChina Gong Bencai untuk bertanggung jawab. Sayangnya, Gong Bencai membalasnya dengan mengacu surat tanggal 5 Oktober 2017.
Poin kelima surat itu adalah hemat kami (kreditur Petroselat), PetroChina selaku perusahaan asing yang mendapat untung di Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan sosial kepada vendors yang merupakan perusahaan nasional. Tapi, PetroChina justru melihat status kepailitan Petroselat sebagai peluang mengambil operatorship (posisi) operator blok Selat Panjang tanpa harus membeli 55% participating interest (hak kelola) PT Sugih Energy Tbk.
Keenam, kami (kreditur) mohon agar Bapak Ignasius Jonan selaku Menteri ESDM berkenan menolak setiap permohonan mengikuti lelang dan/atau letter of intent dari PetroChina seperti blok Mahakam, Attaka, East Kalimantan, East Natuna, Selat Panjang, Kasuri, dan Arguni. “Bila mereka diberi konsesi wilayah kerja lain padahal Selat Panjang belum selesai, apa suatu saat tidak terulang kembali,” ujar Hendra.
(Baca: PetroChina Bidik Sembilan Blok Migas)
Sementara itu pihak PetroChina belum berkomentar mengenai surat itu. Hingga berita diturunkan, Vice President Supply Chain Management & Operation Support PetroChina Gusminar belum membalas pesan yang dikirimkan.