Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merevisi surat keputusan mengenai besaran hak kelola untuk Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation di Blok Mahakam. Dalam surat keputusan yang ditandatangani Sudirman Said ketika menjabat Menteri ESDM, kedua kontraktor itu maksimal mendapat 30% hak kelola.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan dalam revisi tersebut, porsi Total dan Inpex akan meningkat dari sebelumnya. "Sesuai dengan arahan Pak Menteri boleh up to 39%. Suratnya sedang kami persiapkan," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/9).
(Baca: Jonan Perbesar Porsi Total dan Inpex di Blok Mahakam)
Menurut Arcandra, alasan pihaknya memberikan batasan hak kelola hingga 39% itu karena itu merupakan permintaan dari Total. Alhasil proses negosiasi antara Pertamina dengan Total dan Inpex mengacu surat tersebut.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik sebelumnya mengatakan selama belum ada revisi, pihaknya akan tetap mengacu pada surat dari Sudirman Said itu dalam bernegosiasi. Artinya, perusahaan pelat merah ini tidak bisa memberikan porsi lebih dari 30% kepada Total dan Inpex.
(Baca: Pertamina Minta Surat Menteri Direvisi Jika Total Ingin 39% Mahakam)
Jadi agar Total dan Inpex bisa masuk Blok Mahakam dengan porsi hak kelola 39%, Pemerintah perlu merevisi surat keputusan menteri sebelumnya. "Surat itu harus direvisi," kata Elia di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/9).
Sejauh ini, menurut Elia proses negosiasi pembelian hak kelola di Blok Mahakam dengan Total dan Inpex belum dimulai. Dugaannya, kedua kontraktor yang sudah mengelola Blok Mahakam selama 50 tahun itu masih menghitung keekonomiannya. Apalagi insentif yang mereka minta ditolak pemerintah.
(Baca: Pemerintah Tolak Permintaan Insentif Total dan Inpex di Blok Mahakam)
Dalam surat itu, Total dan Inpex mengajukan perubahan klausul dalam kontrak karena dianggap tidak ekonomis lagi untuk Blok Mahakam yang sudah tua. Permintaan perubahan klausul kontrak tersebut meliputi investment credit sebesar 17%, percepatan depresiasi selama dua tahun, dan First Tranche Petroleum (FTP) yang semula sebesar 20% dari produksi kotor, dihilangkan menjadi 0%.