Pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) meminta Indonesia mengaktifkan kembali keanggotaannya di organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC). Alasannya, kedua negara itu menganggap Indonesia memiliki peranan penting menyeimbangkan kepentingan OPEC.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Energi Arab Saudi dan UEA dalam pertemuan bilateral dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan beberapa waktu lalu.

(Baca: Tiga Negara Arab Putus Hubungan dengan Qatar, Harga Minyak Naik)

Menanggapi permintaan itu, Menteri ESDM sudah mengirimkan surat kepada OPEC pada 24 Mei lalu. Isinya berupa permohonan keanggotaan kembali di OPEC. Namun, ada beberapa persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Indonesia.

Syaratnya adalah jika Indonesia aktif kembali di OPEC maka tidak ada pemberlakuan pemotongan produksi migas seperti anggota lainnya. Alasannya, produksi harian Indonesia sudah menurun. ''Menteri mengajukan reaktivasi dengan syarat tidak ada pemotongan produksi,'' kata Sujatmiko di Jakarta, Senin (6/5).

Menurut dia, lewat pengaktifan kembali keanggotaannya, Indonesia bisa memiliki hubungan diplomasi yang baik dengan negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Jadi dapat menciptakan peluang kerjasama seperti pembelian minyak mentah dari negara produsen secara langsung dengan harga murah. 

Namun, hingga kini Kementerian ESDM belum mendapatkan surat balasan dari OPEC. "Ada peran yang hilang di OPEC yang bisa diemban Indonesia untuk menjaga keseimbangan," kata Sujatmiko. 

(Baca: Per November 2015, Indonesia Resmi Masuk OPEC Lagi)

Dalam sejarahnya, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, yang efektif berlaku 2009. Tujuh tahun kemudian, Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.

Selanjutnya pada Desember lalu, Indonesia telah menangguhkan keanggotaaanya di OPEC. Keputusan ini diambil setelah dalam sidang ke-171 di Wina, Austria, OPEC meminta negara-negara anggotanya memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari 2017. Pemangkasan tersebut untuk mendongkrak harga minyak yang merosot sejak pertengahan 2014.

Dalam sidang tersebut, OPEC mewajibkan negara anggota memotong 5 persen dari produksinya. Indonesia pun diminta mengurangi produksi hingga 37 ribu barel per hari. Namun, permintaan itu tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah yang justru ingin meningkatkan penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi.

(Baca: Indonesia Bekukan Keanggotaan OPEC)

Meski begitu, Sujatmiko menganggap keluar masuknya Indonesia di OPEC bukanlah mencerminkan ketidakkonsitenan pemerintah. ''Tidak ada," kata dia.