Namun, kalau kontraktor tidak mendapatkan perpanjangan kontraknya, investasinya akan dikembalikan. Hal ini berlaku untuk kontrak bagi hasil yang menggunakan mekanisme cost recovery, maupun tidak (gross split). Sementara jika diperpanjang, bisa terus menjalankan aktivitasnya.

Pasal enam dalam aturan itu menyebutkan, jika kontrak kerja sama tidak diperpanjang dan masih terdapat biaya investasi yang belum dikembalikan maka pengembaliannya dilakukan kontraktor baru. Nilai pengembalian biaya investasinya wajib mendapatkan verifikasi dan persetujuan dari SKK Migas.

Jika dalam kontrak baru terdapat konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan, maka penggantian biaya investasi yang belum dikembalikan secara proporsional sesuai dengan besaran hak kelola. Misalnya, hak kelola perusahaan A sebesar 60 persen, ia hanya menanggung penggantian biaya sebesar itu.

Mekanisme penyelesaian atas pengembalian biaya investasi itu dituangkan dalam perjanjian tertulis antara kontraktor dengan kontraktor baru. Kontraktor baru wajib menyampaikan laporan penyelesaian itu kepada Pemerintah melalui SKK Migas.

Penggantian biaya ini nantinya juga tidak akan mempengaruhi perhitungan bagi hasil pada kontrak bagi hasil gross split. Artinya, tidak ada tambahan bagi hasil dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan Pasal 9.

Sementara itu, Menteri ESDM memiliki kewenangan menetapkan nilai penggantian biaya investasi dengan mempertimbangkan keekonomian Kegiatan Investasi Hulu, setelah mendapatkan rekomendasi dari SKK Migas. Kemudian menetapkan pengembalian biaya investasi,  jika tidak terdapat Kontraktor baru sampai dengan Kontrak Kerja Sama berakhir.

Kewenangan lainnya yakni  terkait pelaksanaan Peraturan Menteri ini dengan berpedoman pada asas kehati-hatian, berkeadilan, transparansi, dan akuntabilitas. (Baca: Pakai Gross Split, Pertamina Kaji Ulang Investasi Blok Habis Kontrak)

Peraturan menteri ini mulai berlaku 30 Maret 2017. Aturan ini juga berlaku untuk kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya peraturan ini.

Halaman: