Pemerintah akan membahas dampak penerapan skema gross split terhadap penerimaan negara. Pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dijadwalkan akan bertemu untuk menghitung potensi nilai penerimaan negara dari skema kontrak migas yang baru ini.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pertemuan Jonan dan Sri Mulyani akan membahas terkait Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017. Termasuk apakah penerapan skema gross split akan berdampak pada penerimaan tahun ini.
"Kontrak-kontrak baru kan Pak Jonan ingin mendapatkan dari gross split. Kami akan hitung, lakukan assessment," kata dia di Jakarta, Senin (27/3). (Baca: Arcandra: Ada Kontraktor yang Sudah Ajukan Skema Gross Split)
Menurut Mardiasmo, penerimaan negara dari skema gross split baru akan berdampak pada APBN 2018. Sebab, skema tanpa pengembalian biaya operasi migas atau cost recovery ini baru akan diterapkan pada kontrak blok migas yang dilelang tahun ini. Selain itu delapan blok migas yang habis pada 2017 dan 2018 akan diserahkan kepada Pertamina menggunakan skema kontrak yang baru ini.
Penerimaan negara dalam kontrak gross split ini terdiri atas bagian negara, bonus-bonus dan pajak penghasilan kontraktor. Selain penerimaan negara, pemerintah memperoleh pajak tidak langsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (Baca: Jonan dan Sri Mulyani akan Finalisasi Revisi Aturan Cost Recovery)
Sementara penerimaan kontraktor dihitung berdasarkan persentase produksi kotor (gross) setelah dikurangi pajak penghasilan. kontraktor wajib membayar pajak penghasilan sesuai perlakuan pajak penghasilan di bidang kegiatan usaha hulu migas.
Meski begitu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi kontraktor. Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan insentif lainnya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan pada kegiatan usaha hulu migas.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan penetapan bagi hasil migas dengan skema gross split ditujukan untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang kompetitif. Besaran bagi hasil awal (base split) untuk minyak bumi sebesar 57 persen untuk negara dan 43 persen kontraktor sedangkan gas bumi sebesar 52 persen bagian negara dan 48 persen kontraktor.
“Sebenarnya 57:43 itu ada rumus implementasinya, macam-macam. Offshore (lepas pantai) berapa, onshore (darat) berapa. Ada indeksinya, sebenarnya itu. Kalau dulu (cost recovery) malah tidak diatur sama sekali,” kata Jonan. (Baca: Pakai Gross Split, Bagi Hasil Pertamina di Blok ONWJ Tambah 5 Persen)
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 08 tahun 2016 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, kontraktor bisa mendapatkan tambahan bagi hasil sebesar 2 persen jika menggunakan produk barang dan jasa lokal (TKDN) sebesar 30-50 persen. Untuk TKDN 50-70 persen, tambahan bagi hasilnya 3 persen dan 4 persen untuk TKDN di atas 70 persen.
Selain meningkatkan TKDN, skema gross split juga mendorong entrepreneurship atau kewirausahaan. KKKS dapat melakukan sistem pengadaaan sendiri, tidak diatur oleh Pemerintah. “Semua kontraktor migas itu bisa melakukan sistem pengadaaan sendiri yang tidak ikut diatur oleh Pemerintah. Jadi silahkan saja, saya yakin akan mempercepat proses,” kata Jonan.
Selain itu membahas dampak penerimaan negara dari skema gross split, pertemuan Jonan dan Sri Mulyani juga akan membahas capaian produksi siap jual migas (lifting). Kemudian harga minyak Indonesia (ICP) sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan RAPBN-P 2017.
Sebagai gambaran, target lifting pada APBN 2017 sebesar 815 ribu barel per hari (bph) untuk minyak dan 1.150 MBOEPD. Sedangkan ICP diasumsikan sebesar US$ 45 per barel.