Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerahkan pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia kepada kementeriannya. Induk perusahaan (holding) pertambangan yang akan dibentuk diklaim mampu membiayai pembelian saham tersebut.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri ESDM Ignasius Jonan mengenai hal ini. Kedua menteri pun sudah membalas surat tersebut dan menanyakan kesanggupan holding BUMN mengakuisisi 41,64 persen sisa saham divestasi Freeport Indonesia.
"Sudah kami balas lagi, bahwa kami menyatakan sanggup," ujar Harry saat konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (22/3).
Dia berharap agar keputusan pembelian saham Freeport ini bisa segera dirampungkan oleh kedua menteri. Mengenai keputusan ini, Kementerian BUMN masih harus menunggu hasil negosiasi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM bersama dengan pihak Freeport. Salah satu poin yang dibahas dalam negosiasi ini meliputi valuasi nilai saham yang ditawarkan.
(Baca: Negosiasi Masih Buntu, Freeport Belum Mau Ubah Kontrak Karya)
Akhir 2015 lalu, Freeport pernah menawarkan 10,64 persen sahamnya kepada pemerintah senilai US$ 1,7 miliar. Dari tawaran tersebut, pemerintah menganggap harganya terlalu mahal. Perhitungan Kementerian ESDM, harga untuk 10,64 persen saham Freeport Indonesia hanya US$ 630 juta. Pelepasan saham Freeport tersebut akhirnya urung dilakukan.
Sekarang pemerintah menaikkan persentase kewajiban divestasi saham Freeport menjadi 51 persen. Namun, Freeport belum sepakat dengan kewajiban ini. Harry mengklaim dalam Kontrak Karya (KK) Freeport tahun 1991 dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 sudah mengatur bahwa Freeport wajib mendivestasikan sahamnya hingga 51 persen.
"Tapi sementara, kalau holding pertambangan ini terbentuk, kami bisa langsung memiliki 9,36 persen saham Freeport (yang dimiliki pemerintah)," ujar Harry. (Baca: BUMN Siap Ambil Saham Freeport, Kontraknya Pasti Diperpanjang)
Dia juga memastikan bahwa holding BUMN ini sanggup membeli sisa 41,64 persen Freeport tersebut. Selain menggunakan dana kas internal holding BUMN pertambangan ini, dana untuk membeli saham Freeport bisa juga mengandalkan BUMN perbankan. Dukungan skema pinjaman dari bank-bank BUMN akan mampu membiayai holding BUMN pertambangan mengakuisisi 41,64 persen sisa saham divestasi Freeport.
Jika masih kurang, ada skema pembiayaan lain yang bisa dilakukan. Holding BUMN pertambangan bisa menerbitkan surat utang (obligasi) dengan nilai yang tinggi. Kementerian BUMN juga dapat menyiapkan skema sekuritisasi aset holding pertambangan. Jika pun nilai sekuritisasi tidak terlalu besar, masih ada BUMN sektor lainnya yang siap membantu membeli divestasi saham Freeport.
Sementara itu, Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Tedy Badrujaman mengatakan pencarian dana untuk membeli saham Freeport ini akan dilakukan bersama dalam satu kesatuan holding BUMN tambang. Selain Aneka Tambang (Antam), BUMN lain yang masuk dalam holding ini adalah PT Timah (Persero) Tbk. dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Rencananya Inalum yang akan menjadi perusahaan induknya.
(Baca: Inalum Lebih Siap Ambil Freeport setelah Holding BUMN Terbentuk)
Menurut Tedy, secara specifik Antam juga memiliki lini bisnis yang hampir sama dengan Freeport. Sehingga, Antam dapat mempersiapkan dari sisi teknik. Persiapan ini penting jika Setelah pengambilalihan saham ini, juga diperlukan pengambilalihan dari sisi operasi.
"Tentunya kami mampu. Sekarang juga Freeport namanya saja asing, tapi juga banyak pribumi yang telah bekerja," ujarnya.