Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan salah satu penyebab tidak lakunya lelang blok minyak dan gas bumi (migas) adalah harga minyak duniayang sedang rendah. Apalagi harga minyak tahun lalu masih di bawah US$ 50 per barel.

Menurut Jonan harga minyak yang rendah membuat investor enggan untuk berinvestasi. "Kalau harga minyak masih di bawah US$ 50 per barel kayak tempo hari, pasti tidak ada yang minat," kata dia di Jakarta, Kamis (2/3). (Baca: Lelang Blok Migas Nonkonvensioal Tidak Laku)

Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga minyak jenis Brent naik dari US$ 47, 08  per barel pada November 2016, menjadi US$ 54,92 per barel di Desember 2016. Sedangkan jenis West Texas Intermediate  pada bulan Desember 2016 juga naik dari US$ 45,76 per barel menjadi US$  52,17 per barel. Adapun, harga OPEC naik US$  8,07 per barel pada November 2016 menjadi US$ 51,28 per barel.

Sebelumnya Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan untuk lelang wilayah kerja migas nonkonvensional tahun 2016 tidak ada peminat alias tidak laku. Pada Oktober lalu, pemerintah melelang tiga blok nonkonvensional dengan dua skema berbeda. Blok MNK Batu Ampar dilelang dengan skema reguler. Sedangkan Blok GMB Bungamas dan GMB Raja dilelang melalui skema penawaran langsung. 

Begitu pun dengan lelang wilayah kerja migas konvensional 2016, yang sepi peminat. ''Ini lagi kami evaluasi, kemungkinan satu (pemenang),'' kata Wiratmaja.

Seperti diketahui, tahun lalu pemerintah melelang 14 blok migas konvensional. Lelang ini terdiri dari tujuh wilayah kerja (WK) melalui mekanisme penawaran langsung dan tujuh WK melalui mekanisme lelang reguler.

Untuk penawaran langsung ada Blok Bukit Barat (offshore Kepulauan Riau), Batu Gajah Dua (onshore Jambi), Kasongan Sampit (onshore Kalimantan Tengah), Ampuh (offshore Laut Jawa), Ebuny (offshore Sulawesi Tenggara), Onin (onshore-offshore, Papua Barat), dan West Kaimana (onshore-offshore, Papua Barat).

Sementara untuk lelang reguler ada  South CPP (onshore Riau),  Suremana I (offshore Makassar Strait),  SE Mandar (offshore Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat). Kemudian North Arguni (onshore Papua Barat), Kasuri II (onshore Papua Barat), Manakarra Mamuju (offshore Makassar Strait), dan Oti (offshore Kalimantan Timur).

(Baca: Sudah Ubah Skema, Lelang Blok Migas 2016 Tetap Memprihatinkan)

Sepinya peminat lelang kali ini menambah panjang daftar turunnya jumlah blok yang berkontrak. Dilansir dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian ESDM Tahun 2015, penandatanganan kontrak migas di blok-blok eksplorasi jumlahnya kian menurun dari tahun ke tahun. 


Jumlah Wilayah Kerja 2013-Juli 2016

Pada tahun 2008, jumlah penandatanganan kontrak kerja sama sebanyak 35 kontrak. Namun pada 2009, jumlahnya menurun menjadi 20 kontrak. Begitu pun pada 2013, menjadi 13 kontrak. Sementara pada 2015 lalu, hanya sebanyak 8 kontrak yang berhasil ditandatangani.

Penurunan minat investor ini tidak hanya disebabkan harga minyak dunia yang belum membaik.  Kendala lainnya adalah tumpang tindih lahan blok migas dengan kawasan kehutanan, permukiman, dan infrastruktur.

Untuk menggairahkan lelang blok tahun ini, pemerintah akan menggunakan skema gross split. Artinya, kontraktor bisa menawar bagi hasil yang akan diperolehnya. ''Tapi tetap bisa menawar bonus tandatangan dan hal teknis yang ditawarkan nanti,'' kata dia.

(Baca: Dengan Konsep Baru, Pemerintah Yakin Lelang 15 Blok Migas Laku)

Cara lainnya untuk menarik investor adalah menyelesaikan beberapa aturan migas, seperti pembukaan data migas dan aturan insentif untuk laut dalam. Aturan tentang pembukaan data migas akan membantu investor mengakses data seperti geologi, geofisika dari suatu wilayah kerja migas secara gratis dan daring tanpa perlu harus ke Indonesia.