Dominasi Arab Saudi dalam menggarap proyek kilang minyak bersama dengan PT Pertamina (Persero) di Indonesia mulai memudar. Setelah tersingkir di proyek Kilang Tuban, Jawa Timur, oleh perusahaan asal Rusia, Rosneft, nasib serupa mengancam Arab Saudi melalui perusahaan minyak nasionalnya, Saudi Aramco, dalam menggarap Kilang Balongan di Jawa Barat.
Kemitraan dengan Pertamina di Kilang Balongan kandas karena Saudi Aramco tak kunjung menyatakan keseriusannya. Sementara Head of Agreement (HoA) atau kesepakatan awal pembentukan perusahaan patungan oleh kedua belah pihak sudah berakhir 26 November lalu. (Baca: Adu Kuat Perusahaan Minyak Arab dan Rusia di Kilang Tuban)
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, pihaknya membutuhkan kepastian Saudi Aramco karena ingin mempercepat proses pembangunan kilang. Jika tidak dibangun segera maka kilang tersebut bisa kekurangan pasokan bahan baku.
Kilang Balongan menggunakan bahan baku nafta yang 30 sampai 40 persennya dari Kilang Balikpapan. Sementara Kilang Balikpapan juga sedang dalam proses peningkatan kapasitas dan modernisasi, sehingga nantinya tidak menghasilkan nafta. Jika Pertamina tidak cepat memodernkan Kilang Balongan maka akan kekurangan bahan baku.
Proses pengembangan dan modernisasi Kilang Balongan ditargetkan rampung akhir 2019 sampai 2020. Kini, Pertamina masih menimbang untuk membuka kesempatan mencari mitra baru menggarap kilang tersebut. Pertimbangannya adalah waktu dan aspek finansial.
Di sisi lain, jika Arab Saudi berminat menjadi mitra, Pertamina akan mengajukan syarat dan ketentuan. “Tidak tertutup kemungkinan Saudi Aramco untuk bisa bermitra kembali, tapi nanti tentunya dengan kajian dan pertimbangan yang baru,” kata Rachmad di Jakarta, Kamis (22/12).
Namun, Pertamina juga berpeluang menggarap proyek Kilang Balongan secara mandiri. Tujuannya agar proses pembangunan berjalan cepat. (Baca: Pertamina Pastikan Pembangunan Kilang Balongan Dimulai Awal 2017)
Sedangkan President dan CEP Saudi Aramco Amin Nasser masih mencoba menghembuskan harapan kemitaraan perusahaannya dengan Pertamina. Menurut dia, Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi, selain Cina dan Malaysia.
Jadi, Indonesia berpotensi untuk bisnis kilang karena merupakan importir dan memiliki penduduk yang besar, sehingga membutuhkan produk minyak yang tinggi. ”Ini sesuai dengan rencana Saudi Aramco untuk memperluas jaringan serta peningkatan kapasitas,” kata dia.
Sebaliknya, Iran menaruh minat berinvestasi kilang minyak di Indonesia. Peluang Iran menggarap kilang ini muncul setelah Presiden Joko Widodo berkunjung ke negara tersebut pada pekan lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Iran berniat bekerja sama dengan Pertamina dalam revitalisasi Kilang Balongan. "Iran sebenarnya ada keinginan (dalam RDMP Balongan), tapi kita masih bingung karena menunggu kepastian negara di sana (Arab Saudi)," kata dia, Senin (19/12).
(Baca: Iran Berminat Gusur Saudi Aramco dari Proyek Kilang Balongan)
Proyek Kilang Balongan merupakan proyek modernisasi dan peningkatan kapasitas dari 358.000 barel per hari (bph) menjadi 400.000 bph. Kilang ini bisa menghasilkan Bahan Bakar Minyak (BBM) kualitas setara Euro 5 atau 6. Proyek ini juga bisa meningkatkan lapangan pekerjaan sebanyak 40.000 hingga 50.000 dalam waktu 5 tahun.