Chevron Indonesia belum juga mengajukan proposal proyek laut dalam atau Indonesian Deepwater Development (IDD). Hingga saat ini Chevron masih melakukan kajian untuk dua lapangan migas dalam proyek tersebut, yakni Lapangan Gendalo dan Gehem di Selat Makasar.

Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan salah satu poin utama yang sedang dikaji adalah terkait biaya investasi proyek tersebut. Dia tidak menyebut bahwa pemerintah akan menekan biaya tersebut seefisien mungkin. Pemerintah hanya akan mengusulkan besaran biaya yang paling optimal, sesuai kondisi dan harga-harga terbaru sekarang.

"Akan diusulkan lagi nanti paling optimum biayanya berapa," kata Wiratmaja di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (7/11). (Baca: Investasi Proyek Laut Dalam IDD Chevron Berpeluang Turun)

Saat diajukan pada 31 Desember 2015 lalu, proposal pengembangan lapangan (PoD) Chevron untuk proyek IDD dinyatakan tidak lengkap oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sehingga dikembalikan lagi pada Chevron pada Januari lalu.

Dalam proses itu, Chevron sudah dua kali menyampaikan revisi IDD untuk Gendalo dan Gehem. Namun saat revisi proposal itu diserahkan, pemerintah selalu menolaknya. Alasannya, pemerintah menganggap proposal tersebut tidak lengkap secara adminstrasi. Kedua, Chevron meminta insentif yang sebenarnya tidak ada dalam kontrak, yakni investment credit.

 (Baca: Genjot Investasi Migas, Pemerintah Teken Revisi Cost Recovery)

Saat ini, dalam rapat-rapat penyusunan proposal PoD kedua lapangan IDD ini dengan pemerintah saat ini, Chevron kembali mengusulkan insentif. Wiratmaja menyebutkan salah satu yang diminta adalah fasilitas investment credit agar proyek ini tetap ekonomis. Namun, pemerintah belum bisa memutuskan usulan tersebut. “Masih dalam proses. Meeting-meeting berjalan terus, tapi finalnya belum,” ujarnya.

Investment credit merupakan hak meminta ganti rugi kepada pemerintah atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi suatu proyek. Untuk investment credit yang diusulkan sekarang, Wiratmaja belum mau memberitahukan berapa persentase yang diminta.

Pada proposal sebelumnya Chevron meminta investment credit mencapai 240 persen. Persentase ini dinilai sangat tinggi, apalagi Asosiasi Pelaku Industri Hulu Migas atau Indonesian Petroleum Association mengusulkan fasilitas ini hanya 50 persen.  

(Baca: Kementerian Energi: Proposal IDD Chevron Tak Masuk Akal)

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan belanja modal untuk proyek ini bisa diturunkan. Dia telah melakukan perhitungan ini saat menjabat sebagai Menteri ESDM sekitar tiga bulan lalu.

Saat itu Arcandra yakin investasi Proyek IDD bisa turun dari US$ 12 miliar menjadi US$ 6,5 hingga US$ 7 miliar. Meski demikian, Wiratmaja mengatakan hingga saat ini Kementerian ESDM belum menghitung lagi berapa besar biaya yang akan diturunkan dalam pembahasan proposal PoD tersebut.

Arcandra memastikan dalam penyusunan PoD ini pemerintah tetap memperhatikan harga minyak dunia. Bahkan ada dua skenario yakni dengan skema harga minyak tinggi dan rendah. Tapi perhitungan ini mengacu pada nilai keekonomian, dengan tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) masih sekitar 10-12 persen.

(Baca: Nilai Proyek IDD Chevron Turun, Pemerintah Tetap Hormati Kontrak)

Proyek IDD untuk Lapangan Gendalo dan Gehem di Selat Makassar sebenarnya sudah mengantongi persetujuan PoD dari BP Migas pada 2008. Namun, setelah tahap Front End Engineering Design (FEED) pada 2013, biaya yang dibutuhkan proyek ini membengkak hampir dua kali lipat, dari US$ 6,9 menjadi US$ 12 miliar.

Ketika berproduksi, Lapangan Gehem akan menghasilkan gas 420 juta kaki kubik per hari (mmscfd), sedangkan Gendalo 700 mmscfd. Selain gas, ada juga kondensat yang dihasilkan masing-masing sebanyak 25 ribu barel per hari. Rencananya, gas alam hasil produksi dari proyek ini dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair (LNG).