Manajemen PT Pertamina (Persero) berharap rencana Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengalihkan aset berupa cadangan minyak dan gas bumi (migas) dari SKK Migas kepada perusahaan, dapat diwujudkan. Langkah tersebut akan dapat menguatkan peran dan kemampuan Pertamina.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, adanya pengalihan aset tersebut dapat meningkatkan posisi Pertamina untuk menambah produksi migas. Selain itu, pengalihan aset ini dapat meningkatkan kemampuan Pertamina untuk mencari dana guna mencari cadangan-cadangan migas di luar negeri.
"Kemampuan buat investasi ladang ladang migas di luar akan semakin besar. Harapannya, kami menyambut baik aspirasi ESDM tersebut," ujar Wianda saat ditemui di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Rabu (2/11).
(Baca: Arcandra Dukung Aset Migas Dialihkan kepada Pertamina)
Namun, Wianda belum bisa memastikan jumlah tambahan cadangan migas yang dimiliki Pertamina setelah rencana itu terealisasi. Yang jelas, sampai saat ini, produksi Pertamina memang baru mencapai 670 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Sedangkan anggaran belanja modal saban tahun sekitar US$ 5-7 miliar.
"Sebanyak 70 persen dari US$ 5-7 miliar itu buat hulu. Kalau ada pengalihan aset, capex Pertamina akan lebih besar, maka 70 persennya (nilainya) lebih besar lagi," ujarnya.
Meski begitu, demi mengurang risiko, Pertamina tetap akan berfokus mengakuisisi lapangan-lapangan migas, terutama yang ada di luar negeri dan telah berproduksi. Sasarannya adalah lapangan migas yang berproduksi di atas 30 ribu BOEPD.
Pertamina sebenarnya tidak menutup peluang mengakuisisi lapangan yang masih tahap eksplorasi. Namun, lapangan itu harus memiliki cadangan yang menjanjikan dan telah terbukti keberadaannya.
(Baca: Pemerintah Kaji Usulan Aset Hulu Migas Dapat Jadi Jaminan Utang)
Sebelumnya, Arcandra Tahar mendukung penguatan fungsi Pertamina sebagai BUMN dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Salah satu bentuk penguatan tersebut dengan mengalihkan aset cadangan migas dari SKK Migas kepada Pertamina. Alasannya, aset migas di Indonesia yang selama ini di bawah SKK Migas tidak bisa dimonetisasi. Sebab, SKK Migas bukan lembaga bisnis.
Karena itu, dia menilai, aset tersebut perlu dialihkan ke Pertamina. “Jika Pertamina memiliki aset tersebut bisa memanfaatkannya untuk monetisasi, agar perusahaan lebih kuat,” kata dia saat diskusi mengenai RUU Migas bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Selasa (1/11).
(Baca: Bahas RUU Migas, DPR Usulkan Pembubaran SKK Migas)
Pertamina perlu diperkuat karena memiliki kewajiban meningkatkan kedaulatan energi. Apalagi, saat ini kontribusi Pertamina terhadap produksi minyak nasional hanya 24 persen. Angka tersebut masih kecil dibandingkan BUMN asal Arab Saudi, yakni Saudi Aramco, yang mampu berkontribusi pada produksi nasional sebesar 99 persen.