PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berencana untuk melanjutkan pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik yang selama ini mangkrak. Namun, dalam pelaksanaannya PLN akan tetap meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengecekan terkait kelayakan proyek-proyek tersebut.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan ada 34 proyek pembangkit yang pembangunannya masih terkendala saat ini. Sebanyak 20 proyek telah masuk dalam perencanaan PLN untuk dilanjutkan dan 14 proyek lainnya akan diterminasi. Hal ini telah disampaikan PLN dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR hari ini.
(Baca: PLN Lanjutkan 21 Proyek Pembangkit Listrik yang Mangkrak)
Dalam RDP tersebut, PLN menyatakan hal ini merupakan hasil evaluasi sementara. Mengenai kepastiannya, PLN masih menunggu hasil evaluasi dan verifikasi BPKP. "Jadi kami akan tindak lanjuti setelah ada rekomendasi dari BPKP," ujar Nicke saat ditemui usai RDP di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (25/10).
Mengenai 14 proyek yang akan diterminasi, Nicke memastikan PLN telah mendapatkan proyek pembangkit lain sebagai penggantinya. Ini sesuai dengan yang telah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025.
Dengan begitu, PLN bisa menjamin daerah-daerah yang menjadi lokasi proyek pembangkit yang diterminasi tetap akan memiliki pembangkit listrik baru. Sehingga bisa meningkatkan rasio keterjangkauan listrik atau rasio elektrifikasi, khususnya di daerah tersebut.
(Baca: 51 Persen Proyek Listrik 35 Ribu MW Masih Belum Berkontrak)
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan puluhan proyek yang mangkrak merupakan warisan dari program Fast Track Program (FPT) I dan II. “Itu kerjaan tujuh delapan tahun lalu dari manajemen dulu yang tidak pernah tersampaikan," ujarnya.
Menurut Sofyan, ada delapan penyebab keterlambatan pembangunan proyek ini. Pertama, pembebasan dan penyediaan lahan. Kedua, proses negosiasi harga antara PLN dan Indepent Power Producer (IPP), yakni pembangkit listrik swasta. Ketiga, proses penunjukan dan pemilihan IPP.
Masalah lainnya terkait pengurusan izin di tingkat nasional dan daerah. Kelima, kinerja sebagian developer dan kontraktor tidak sesuai target. Keenam, kapasitas manajemen proyek. Ketujuh, koordinasi lintas sektoral. Kedelapan, menyangkut masalah hukum.
(Baca: Jokowi: Wilayah Papua Akan Terang Benderang pada 2019)