Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memangkas dana subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan listrik yang telah diusulkan pemerintah untuk tahun depan. Tujuannya agar penggunaan dana subsidi itu lebih tepat sasaran.
Wakil Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan, subsidi LPG tahun depan diputuskan Rp 20 triliun. Padahal, awalnya pemerintah mengusulkan Rp 28,68 triliun. "Kami apresiasi terhadap pemerintah yang ingin fokus terhadap penerapan subsidi tepat sasaran," katanya saat rapat keputusan subsidi elpiji di Banggar DPR Jakarta, Selasa (20/9). (Baca: Distribusi Tertutup, Subsidi Elpiji Tinggal Rp 15 Triliun)
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah semula menargetkan pemberian subsidi LPG kepada 54,9 juta rumah tangga dan 2,3 juta usaha mikro. Dengan pemotongan usulan subsidi itu, maka ada jumlah penerima subsidi yang berkurang.
Jadi, subsidi tahun depan hanya diberikan kepada 26 juta rumah tangga dan 2,3 juta usaha mikro. Hal ini berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Untuk subsidi listrik, Banggar DPR memutuskan sebesar Rp 44,98 triliun, atau lebih rendah dari usulan pemerintah sebesar Rp 48,56 triliun. Pertimbangannya, pemerintah berkomitmen mencabut subsidi pada pelanggan berdaya 900 VA. (Baca: ICW Minta PLN Libatkan KPK dalam Proses Lelang Proyek Listrik)
Subsidi listrik selanjutnya hanya akan diberikan kepada 23,15 juta pelanggan. Rinciannya pelanggan berdaya listrik 450 VA sebesar 19,1 juta pelanggan, dan pelanggan berdaya listrik 900 VA sebesar 4,05 juta.
Data pelanggan yang diberikan subsidi listrik tersebut berdasarkan data TNP2K yang disepakati Banggar. Data TNP2K mencatat, selama ini hanya sekitar 26 persen kelompok miskin dan rentan yang menerima subsidi listrik dari pemerintah, sisanya didominasi oleh kelompok kaya.
Kepala Divisi Niaga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Benny Marbun mengatakan, pemangkasan subsidi listrik ini sebenarnya akan diterapkan tahun ini. Tapi belum bisa terealisasi karena menunggu kesiapan data pelanggan yang layak mendapat subsidi.
Penundaan rencana pemangkasan subsidi ini juga menyebabkan anggaran membengkak. “Subsidi bengkak menjadi Rp 65,15 triliun," kata dia kepada Katadata, Rabu (21/9). Padahal dalam APBN-Perubahan 2016, subsidi listrik hanya tercatat Rp 38,39 triliun.
Karena itu, Benny berharap pemangkasan subsidi bisa dilaksanakan pada anggaran 2017. Dengan begitu, subsidi bisa lebih tepat sasaran, sesuai dengan harapan Banggar DPR yang menginginkan subsidi listrik bisa efisien. (Baca: PLN Usulkan Perubahan Skema Hitungan Tarif Listrik)
Di sisi lain, Banggar menolak subsidi energi baru terbarukan (EBT) yang awalnya diajukan sebesar Rp 1,1 triliun. Kemudian subsidi minyak tanah ditetapkan sebesar Rp 2,1 triliun, subsidi Solar sebesar Rp 8 Triliun, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas minyak tanah dan elpiji diputuskan sebesar Rp 2,2 Triliun.