Pemerintah akan memperbesar pemakaian gas sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Langkah ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang sedang diselesaikan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Kementerian Energi Agung Wicaksono mengatakan porsi bauran energi gas dalam revisi RUPTL tersebut naik 5 persen menjadi 25 persen. Perubahan ini bertujuan supaya energi primer dapat berkontribusi signifikan terhadap proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW).
“Program 35 ribu MW ini bernilai US$ 73 miliar, megaproyek yang signifikan. Semoga tidak jadi kapal yang mau sampai terus balik lagi,” kata Agung di sela-sela seminar dalam Konvensi ke-40 Asosiasi Industi Migas Indonesia (IPA) di Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016. (Baca juga: PLN Serahkan Revisi RUPTL di Tenggat Akhir).
Sementara itu, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur & Bali PLN Amin Subekti mengatakan 13 ribu MW dari bagian proyek 35 ribu MW merupakan pembangkit listrik berbahan bakar gas. Sedangkan bahan bakar pembangkit 19 ribu MW berupa batubara. Adapun sisanya berasal dari bahan bakar baru dan terbarukan.
Ke depan, porsi bahan bakar gas akan ditingkatkan lagi menjadi 35 persen. “Dari sisi ini baik sekali, kami capai 25 persen dari total (bahan bakar),” kata Amin. “Yang jadi masalah itu gas balance, supply demand. Dari PLN, kami punya gas balance antara yang sudah terkontrak dan yang kami butuhkan.”
Gara-gara ketersediaan gas dan kebutuhan yang belum seimbang, Amin memprediksi tahun depan PLN akan defisit gas. Kemungkinan tersebut terjadi di beberapa wilayah seperti di Jawa Barat, Jawa Bagian Timur, dan Bali. (Baca: Target Listrik 35 GW Tak Tercapai, Menteri Sofyan: Masalah di PLN).
Dalam kalkulasi terakhir, tahun ini PLN mengalami defisit gas 118 billion british thermal unit per day (bbtud). Minus pasokan gas akan terus meningkat hingga 2019 yang diperkirakan mencapai 1.100 bbtud. “Ini menggambarkan beberapa hal yang jadi tantangan kami,” kata dia.
Sebagaimana diberitakan Katadata sebelumnya, PLN melayangkan draf revisi RUPTL pada batas terakhir penyerahan ke Kementerian Energi, Jumat pekan lalu. Bila melihat edisi 2015, di sana disebutkan bahwa RUPTL disusun untuk menjadi pedoman pengembangan sarana ketenagalistrikan pada 2015–2024. (Baca: Target Listrik 35 GW Tak Tercapai, Menteri Sofyan: Masalah di PLN).
RUPTL 2015 menegaskan agar peran listrik swasta dapat meningkat signifikan, dari sekitar 15 menjadi 32 persen pada 2019, dan 41 persen pada 2024. Hal lain yang diperlukan adalah peningkatan kekuatan keuangan PLN sehingga dapat melaksanakan pembangunan melalui pendanaan yang efektif dan efisien.
Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Energi Sudjatmiko mengatakan banyak poin yang harus direvisi dalam RUPTL PLN. Setidaknya revisi itu menyangkut tiga poin utama. Pertama, PLN perlu memperbesar porsi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik yang dibangunnya sesuai ketentuan Kebijakan Energi Nasional yaitu 23 persen pada tahun 2025. (Baca: Tiga Poin Utama Revisi Rencana Pembangkit Listrik PLN).
Kedua, pembangunan daerah timur Indonesia atau daerah-daerah terluar. “Dalam RUPTL harus berisi ada pembangunan listrik di desa atau daerah terluar,” kata Sudjatmiko. Hal ini terkait dengan target elektrivikasi nasional sebesar 97 persen pada 2019. Ketiga, RUPTL harus memuat penguatan peran PLN dalam pengelolaan listrik dan jaringannya.