KATADATA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar proses pembangunan pembangkit tenaga listrik dan kilang minyak dipercepat. Peluang percepatan pembangunan dua proyek tersebut sangat besar karena saat ini banyak investor yang berminat.

Untuk memanfaatkan peluang dan momentum tersebut, Jokowi menilai perlunya mempercepat pelayanan agar para investor mau berinvestasi membangun pembangkit listrik dan kilang minyak. “Pertanyaannya hanya kita sekarang. Kesiapan kita untuk memberikan percepatan pelayanan sehingga peluang-peluang ini tidak hilang, bisa kita tangkap, bisa kita laksanakan di lapangan,” katanya saat memimpin rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Kamis pagi (3/12), seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet.

Selain itu, Kementerian BUMN juga diminta mendukung realisasi pembangunan pembangkit listrik dan kilang minyak. Jokowi meminta laporan mengenai masalah listrik dan perkembangan pembangunan kilang minyak. “Tidak ada alasan-alasan lain lagi, jangan sampai ditunda-tunda,” tandasnya.

Melalui percepatan pembangunan pembangkit listrik, Jokowi pun berharap rasio elektrifikasi mencapai 100 persen pada akhir 2019 mendatang. Di sisi lain, selama lebih 30 tahun terakhir ini belum pernah ada lagi pembangunan kilang baru. Karena itulah, Presiden berharap pada akhir 2019 nanti sudah ada kilang baru yang beroperasi. Lokasinya berada di Jawa maupun di luar Jawa.

(Baca: Pembahasan Perpres Rampung, Pertamina Diminta Segera Bangun Kilang)

Terkait pembangunan kilang, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PT Pertamina (Persero) segera memulai proses pembangunan kilang. Sebagai payung hukumnya, saat ini pembahasan aturan kilang sudah rampung dan tinggal menanti penerbitan Peraturan Presiden (Perpres).

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, Perpres tersebut untuk mendorong Pertamina segera membangun kilang baru. Ada dua poin penting yang diatur dalam beleid itu. Pertama, harga minyak hasil olahan kilang akan ditentukan sesuai harga keekonomian. Minyak hasil olahan kilang yang baru pun nantinya akan dibeli oleh Pertamina. Kedua, mengenai kepastian lahan untuk pembangunan kilang baru.

Kementerian ESDM mendapat kewenangan untuk menentukan lokasi pembangunan kilang. Kriteria lahan yang akan dicari adalah yang kompetitif dan menarik bagi investor. Saat ini baru ada dua kemungkinan, yaitu di Bontang, Kalimantan Timur, dan Tuban, Jawa Timur.

Perpres juga akan mengatur empat skema pembangunan kilang, yakni penugasan, kerjasama pemerintah dan swasta, pemerintah, dan swasta. Dalam skema penugasan, pemerintah memerintahkan BUMN, yakni Pertamina, untuk membangun kilang. Dananya pun berasal dari internal Pertamina. Dalam skema ini Pertamina bisa menggandeng pihak swasta.

Skema kedua, pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta untuk membangun kilang. Dananya berasal dari anggaran negara dan pihak swasta tersebut. Skema ketiga, pemerintah menyiapkan anggaran negara untuk membangun kilang. Terakhir, pembangunan kilang yang dilakukan oleh pihak swasta, yang murni sebagai bisnis.

(Baca: Pertamina-Menkeu Debat, Perpres Kilang Terhambat)

Pembangunan kilang di Indonesia menjadi penting karena konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mencapai 1,6 juta barel per hari (bph), sementara kapasitas produksi kilang yang dimiliki pemerintah melalui Pertamina hanya 1,05 juta bph. Itu pun tidak bisa beroperasi penuh karena sebagian besar kilang telah uzur. Balongan merupakan kilang paling muda dan memberi keuntungan dibangun 21 tahun lalu. Sementara kilang-kilang lainnya yang dibangun pada 1970-an hanya memberi keuntungan kecil.

Reporter: Redaksi