Pemerintah telah menetapkan harga gas untuk industri tertentu dan sektor kelistrikan sebesar US$ 6 per mmbtu. Meski begitu, pemerintah memastkan kontraktor migas tak dirugikan akibat kebijakan tersebut.
Oleh karena itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas tengah mencari mekanisme yang tepat untuk memberikan kompensasi kepada kontraktor migas. Adapun, bentuk kompensasinya berupa pengurangan penerimaan bagian negara.
Lembaga tersebut mengusulkan agar kompensasi diberikan secara kuartalan. Namun, kontraktor migas meminta kompensasi itu diberikan setiap bulan.
"Saat ini dalam proses koordinasi antara SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan kontraktor," ujar Senior Manager of Pipa Gas Monetization SKK Migas Syarif Maulana Chaniago kepada katadata.co.id, Senin (18/5).
(Baca: Penurunan Harga Gas Menggerus PNBP, Negara Klaim Masih Untung Rp 10 T)
Sambil menentukan mekanisme pembayaran kompensasi, SKK Migas meminta kontraktor migas menyampaikan draft Letter of Agreement (LoA). Surat tersebut merupakan dokumen yang akan dibahas dan disepakati oleh penjual dan pembeli gas.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Pertamina EP Cepu Jamsaton Nababan mengatakan kebijakan penurunan harga gas tidak akan mengganggu keekonomian lapangan. Apalagi, pemerintah telah memastikan bagi hasil milik kontraktor tidak akan berkurang.
Meski begitu, pembayaran kompensasi penurunan harga gas tersebut membutuhkan waktu. Sehingga, pihaknya tetap harus melakukan berbagai macam efisiensi agar bisa menjual gas sesuai keputusan pemerintah.
"Sebagai KKKS, senantiasa melakukan inovasi dan kreatifitas efisiensi biaya di segala kegiatan yang terkait dengan biaya-produksi," kata Jamsanto.
(Baca: DPR Lihat Insentif Harga Gas Industri Berbahaya Seperti Subsidi BBM)
Penurunan harga gas sebenarnya berpotensi menghilangkan penerimaan negara hingga Rp 87,4 triliun selama periode 2020-2024. Namun, ada penghematan belanja negara dan efek berganda dari kebijakan tersebut.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko sebelumnya menyebut penghematan belanja pemerintah dari penurunan harga gas diperkirakan mencapai Rp 97,8 triliun selama 2020-2024. Penghematan tersebut terdiri dari konversi pembangkit diesel sebesar Rp 13,1 triliun, penurunan kompensasi listrik Rp 54,7 triliun, pajak dan dividen dari industri dan pupuk Rp 5,8 triliun, dan penurunan subsidi pupuk serta PLN sebesar Rp 24,2 triliun.
Dengan demikian, penurunan harga gas akan memberikan keuntungan bagi negara sebesar Rp 10,4 triliun. Selain itu, penurunan harga gas bisa memberikan multiplier effect berupa peningkatan produktivitas industri serta penyerapan tenaga kerja.
"Ada pemberitaan industri keramik bergeliat. Industri sarung tangan karet juga menikmati harga gas yang rendah tersebut," ujar Arief dalam webinar pada Sabtu (16/5).
Ia pun menyebut ada penyesuaian volume gas seiring berjalannya kebijakan penurunan harga gas industri. Total volume gas untuk industri tertentu sebesar 1.227 BBTU per hari, dan untuk sektor kelistrikan sebesar 1.396 BBTU per hari.
(Baca: PGN Minta Insentif ke BUMN dan ESDM Karena Harga Gas Industri Turun)