Pelaku usaha berharap penurunan harga gas mampu mendorong permintaan industri. Pasalnya, penyerapan gas sedang turun akibat pandemi corona.
Ketua Komite Infrastruktur Indonesia Gas Society Wiko Migantoro mengatakan pihaknya memproyeksi penurunan harga bisa meningkatkan permintaan hingga 300 BBTUD. Hal itu berdasarkan survei yang dilaksanakan beberapa tahun lalu.
"Hasil canvasing atau survei tahun 2017 ada sekitar 300 BBTUD di Jawa atau Sumatera, di luar upside potensial yang perlu investasi baru," ujar Wiko kepada katadata.co.id, Senin (18/5).
Proyeksi tersebut hanya berdasarkan penyerapan gas oleh industri, belum menyertakan hitungan penyerapan gas dari sektor kelistrikan. Meski begitu, Wiko yang merupakan Direktur Utama Pertamina Gas itu menyebut penyerapan gas tak hanya tergantung pada harga.
"Kalangan industri yang bisa menjawab apakah ini akan terealisasi atau tidak, banyak faktor lain selain harga gas," kata dia.
(Baca: Penurunan Harga Gas Menggerus PNBP, Negara Klaim Masih Untung Rp 10 T)
Di sisi lain, Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berusaha mengantisipasi menurunnya serapan gas. Pasalnya, konsumen telah mengajukan penurunan permintaan gas pada bulan ini.
“Pada Mei 2020, total volume gas yang tidak terserap lebih dari 350 MMSCFD,” kata Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief S. Handoko, dalam keterangan tertulis pada Minggu (17/5).
Lebih lanjut, dia menyebut, penurunan penyerapan gas di bulan ini terjadi di Provinsi Riau sebesar 10 MMSCFD, dan area Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Jawa Barat sebesar 267 MMSCFD. Selain itu, permintaan yang rendah terjadi di Jawa Timur sebesar 40 MMSCFD, dan Kalimantan Timur sebesar 40 MMSCFD.
Dia menjelaskan, beberapa penurunan permintaan pasokan gas oleh konsumen tidak sepenuhnya dikarenakan pandemi Covid-19. Penurunan juga disebabkan perawatan fasilitas oleh pembeli.
Misalnya, permintaan untuk memajukan jadwal perbaikan tahunan (turn around) dari Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk PKT 3 sebanyak 40 MMSCFD pda Mei 2020 dan PKT 1A sebesar 60 MMSCFD pada Juni 2020.
Selain itu, pertengahan hingga akhir Mei 2020 merupakan periodisasi Hari Raya Lebaran di mana setiap tahun akan terjadi pengurangan kegiatan pada pabrik-pabrik dan kawasan industri. "Menurunnya aktivitas mereka membuat banyak pembeli mengurangi serapan gas. Ini berpengaruh pada realisasi lifting gas,” kata Arief.
Sedangkan per 15 Mei 2020, SKK Migas mencatat angka serapan gas rata-rata per Mei 2020 sebesar 5.336 MMSCFD, atau sekitar 80 persen dari target APBN 2020 sebesar 6.670 MMSCFD. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan rata-rata serapan gas periode Januari–Mei 2020 yang sebesar 5.715 MMSCFD atau sekitar 86 persen dari target APBN 2020.
Menghadapi kondisi ini, kata Arief, SKK Migas terus berkoordinasi dengan para kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS) yang terdampak akibat kondisi Covid-19. Selain itu, pihaknya bakal mengkaji klaim keadaan kahar (force majeure) yang diusulkan oleh beberapa pembeli gas bumi.
“Kami sedang menganalisa penurunan serapan ini terhadap kesesuaian kontrak,” katanya.
(Baca: Kontraktor Migas Minta Pemerintah Bayar Kompensasi Harga Gas per Bulan)