Pelaku usaha pengeboran meminta insentif berupa kenaikan Tarif Harian Operasi (THO) dalam masa transisi menuju normal baru. Karena ada tambahan biaya untuk menjalankan protokol kesehatan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas terbuka untuk berdiskusi.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno, mengungkapkan sejauh ini belum ada pengajuan resmi dari para pelaku usaha jasa pengeboran migas. "Saya juga belum paham persis komponen-komponen THO tersebut, tapi kami terbuka untuk diskusi dengan para ahlinya," kata Julius, kepada Katadata.co.id, Minggu (14/6).
Pada prinsipnya, SKK Migas akan berusaha agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan pelaku jasa pengeboran Migas dapat tetap bertahan. Sebab, di satu sisi ada tambahan biaya operasional, namun di sisi lain harga minyak mentah dunia saat ini masih tertekan.
Rendahnya permintaan global sebagai imbas pandemi Covid-19 turut memukul bisnis Migas. "Bisnis ini harus bertahan di kedua belah pihak, antara pembeli dan penjual. Jadi harus dibicarakan dan dicari titik temu keekonomiannya," kata dia.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) Wargono Soenarko mengatakan pihaknya saat ini tengah memperjuangkan THO yang wajar agar operasional dapat berjalan di tengah ketidakpastian ekonomi.
(Baca: Pro Kontra Pembentukan Lima Subholding Pertamina)
Menurutnya, dalam transisi menuju baru baru, ada tambahan beban operasional dalam pengeboran Migas. Sebab, protokol Kesehatan mensyaratkan pemangkasan kapasitas di lokasi kerja. Artinya, harus ada penyesuaian shift dan pembagian jam kerja. Belum lagi belanja untuk tambahan fasilitas sanitasi.
"Ini akan menambah beban operasi yang mau tidak mau bila THO tidak dinaikan akan merugikan perusahaan jasa, jadi saya semakin pesimis masa depan bisnis ini kalau pemerintah tidak peduli pada keadaan ini," ujarnya.
Di samping itu, dia juga menilai masalah utama yang saat ini terjadi di sektor hulu lantaran belum sempurnanya status quo Undang-Undang Migas. Hal ini pun menurut dia berimbas pada kontrak kerja yang kurang adil bagi pelaku usaha jasa pengeboran.
"Kami-kami ini menjadi pekerja dan KKKS majikan seharusnya kalau berkontrak harus duduk setara, namun belum pernah terjadi," ujarnya.
Sementara itu, pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, menilai diskusi antara pelaku jasa pengeboran dengan para KKKS sebagai hal yang wajar. Apalagi, semua pelaku usaha menurut dia juga memiliki ekspektasi, keinginan dan kepentingan yang sama agar usahanya dapat melalui gelombang pandemi corona.
(Baca: Jika Mengacu Formula, Harga BBM Bisa Turun Juli 2020)
"Pada akhirnya, sambil berjalannya waktu dan dengan dinamika perkembangan Covid-19 maupun pemulihan ekonomi yang ada, akan ada keseimbangan market yang baru nantinya," kata Pri Agung.
Di samping itu, menurut dia harga minyak sepanjang tahun ini secara fundamental diperkirakan rata-rata akan berada di level US$ 30 hingga US$ 40 per barel. Sementara dengan adanya revisi target lifting minyak nasional dan revisi target investasi migas, maka tingkat aktivitas hulu Migas tahun ini diperkirakan juga turun 20% hingga 30% dari tahun lalu.