Pelaku industri meminta pemerintah menghilangkan aturan take or pay atau batas minimal pembelian gas. Pasalnya, industri tak dapat menyerap gas sesuai kontrak saat pandemi corona.
Namun, wacana tersebut ditolak oleh perusahaan migas, salah satunya ConocoPhillips. Vice President Commercial and Business Development ConocoPhillips Taufik Ahmad mengatakan pemberlakuan batas minimal pemakaian diperlukan dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
Menurut dia, pembayaran dengan menggunakan skema take or pay selayaknya sistem prabayar yang tidak akan hangus. Dengan skema tersebut, pembeli mendapat kepastian pasokan karena produsen wajib menyalurkan gas.
Di sisi lain, produsen memerlukan skema take or pay karena produksi gas penuh risiko. Ditambah dengan biaya operasi yang cukup tinggi. Bahkan menurut dia, produsen gas bisa mengeluarkan biaya operasi hingga dua kali lipat untuk menjamin pasokan kepada industri.
"Jadi syarat dan ketentuan di dalam PJBG sebenarnya telah memberikan keseimbangan hak dan kewajiban bagi produsen dan pembeli gas dengan memperhatikan risiko yang dihadapi masing-masing pihak,' kata Taufik kepada Katadata.co di pada Jumat (26/6).
(Baca: SKK Migas Teken 20 Perjanjian Penurunan Harga Gas untuk Industri)
Sebelumnya, pelaku industri meminta relaksasi batas minimal pembelian gas. Sebab, kebutuhan gas industri saat pandemi berkurang drastis.
Hal itu juga tercermin dari produksi gas ConocoPhillips (Grissik) Ltd yang turun sejak awal tahun ini. Sepanjang 2020 hingga saat ini (year to date), realisasi produksi gas perusahaan dari Blok Corridor hanya sekitar 93,5% dari target tahun ini sebesar 932 MMscfd.
Hal itu terjadi karena penyerapan gas konsumen rendah. Selain itu, perusahaan tidak memiliki tangki gas untuk menyimpan produksi yang tak terserap.
"Tidak mempunyai storage seperti yang mungkin dimiliki oleh produsen LNG sehingga produksi harian disesuaikan dengan permintaan harian dari para pembeli," ujar Taufik.
(Baca: ConocoPhillips Sebut Covid-19 Buat Permintaan Gas Blok Corridor Turun)