Shell Upstream Overseas Ltd berencana keluar dari proyek Abadi Blok Masela. Namun, Shell memastikan tetap akan mempertahankan bisnis lainnya di Indonesia yang bergerak di sektor hilir migas.
VP External Relation Shell Indonesia Rhea Sianipar memastikan pihaknya tetap berinvestasi di industri hilir migas Tanah Air. Adapun terkait pelepasan hak partisipasi perusahaan di Blok Masela, Rhea mengaku belum dapat berkomentar.
"Kami terus melakukan ekspansi bisnis di Indonesia termasuk investasi kami untuk meningkatkan kapasitas produksi Pabrik Pelumas kami di Marunda, Jawa Barat," ujar Rhea kepada Katadata.co.id, Selasa (21/7).
Pihaknya juga telah memulai proyek Marunda 2.0 untuk meningkatkan kapasitas produksi pabrik pelumas sejak awal tahun ini. Shell kini juga tengah fokus mengembangkan bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum atau SPBU.
"Bisnis ritel kami telah berkembang menjadi 116 SPBU, tidak hanya menjangkau kota-kota besar tetapi juga kota-kota kecil di Indonesia," kata dia.
Saat ini, Shel merupakan satu-satunya perusahaan energi internasional yang memiliki dan mengoperasikan terminal bahan bakar di Gresik, Jawa Timur. Terminal ini untuk mendukung bisnis ritel SPBU perusahaan yang berkembang di berbagai wilayah Indonesia.
Langkah Shell yang memutuskan mundur dari proyek Blok Masela membuat rencana pengembangan blok migas tersebut kian runyam. Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan masalah dalam pengembangan proyek menjadi makin kompleks, apalagi Inpex belum mendapatkan pembeli gas Blok Masela.
"Siapa pembeli gas dari hasil produksi Blok Masela ini juga belum jelas," ujar Pri.
Selain itu, Pri menilai, kondisi pasar LNG global dalam lima tahun ke depan bakal over supply. Penyerapan gas juga diproyeksi rendah sehingga keekonomian untuk mengembangkan Blok Masela sulit dicapai.
Produksi gas berupa LNG dari Blok Masela diproyeksi mencapai 9,5 MTPA dan gas pipa 150 mmscfd. Blok tersebut juga menghasilkan kondensat sebesar 35 ribu barel per hari. Untuk investasi proyek Masela, Inpex Corporation harus menggelontorkan dana hingga US$ 19,8 miliar.
Penulis/Reporter: Verda Nano Setiawan