Pemanfaatan gas bumi untuk industri dan rumah tangga hingga kini belum dapat terealisasi maksimal. Masalah utamanya adalah ketersediaan infrastruktur pipa gas. Hal ini seperti yang menimpa rencana pembangunan jalur pipa Cirebon-Semarang.
Proyek tersebut masuk dalam rencana pemerintah membangun pipa gas Trans Jawa yang terdiri dari tiga proyek utama. Pertama, Jawa bagian barat, terdiri dari jalur Cirebon-KHT sepanjang 84 kilometer dan Tegalgede-Muara Tawar 50 kilometer.
Kedua, Jawa bagian utara, yaitu jalur Cirebon-Semarang 235 kilometer. Ketiga, Jawa bagian timur terdiri dari jalur Semarang–Gresik sepanjang 271 kilometer dan East Java Gas Pipeline (EJGP)-Grati sepanjang 22,1 kilometer.
Dari tiga proyek itu, ada satu yang masih belum jelas nasibnya, yaitu pipa gas Cirebon-Semarang alias Cisem. Lelang untuk pembangunan pipanya selesai pada 2006, tapi konstruksinya belum dikerjakan sampai sekarang.
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogo menjelaskan realisasi pembangunan proyek Cisem sangat bergantung pada penandatanganan perjanjian pengangkutan gas atau GTA antara Rekind dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Targetnya pada akhir bulan ini kedua pihak mencapai kesepakatan.
Hari ini seharusnya BPH Migas mengadakan pertemuan dengan dua perusahaan pelat merah tersebut. “Namun batal. Pertemuannya untuk memastikan dukungan dari pemegang saham atas pembiayaan pipa tersebut,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (24/9).
Jugi menduga sulitnya pembangunan proyek ini lantaran PGN, selaku shipper, tak berani memasang volume gas secara besar. Lalu, Rekind perlu kepastian volume yang dapat menutup biaya investasi. "Hal-hal tersebut kiranya yang menjadi ganjalan GTA," katanya.
Shipper merupakan istilah dalam industri hilir migas untuk produsen, pedagang atau pembeli gas bumi yang memanfaatkan pipa pengangkutan yang dimiliki atau dikuasai transporter (badan usaha yang memiliki izin angkut gas).
Pasokan gas ke pipa itu nantinya akan terpenuhi dari Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang dioperasikan Pertamina EP Cepu. Pemerintah daerah juga telah menyiapkan beberapa kawasan industri yang nantinya disiapkan untuk menyerap gas tersebut. Misalnya, kawasan industri Kendal, kawasan industri Batang, dan kawasan Demak.
Rekind, selaku transporter, meminta PGN setidaknya dapat memasok volume gas 50 juta standar kaki kubik per hari atau MMSCFD. Namun, kebutuhan industri di area Kendal, Batang, dan Demak belum sebesar itu. Proyek ini menjadi bergantung pada komitmen kedua pihak dalam memitigasi risiko.
Beberapa ruas pipa lainnya, menurut Jugi, juga menghadapi masalah yang sama yakni terkait volume. Biasanya, volume akan naik secara bertahap dan hal tersebut harus dimasukan dalam keekonomian bisnis pengembang. "Tidak ada ruas pipa yang setelah GTA langsung memasok volume besar," ujarnya.
Ia juga menduga molornya proyek ini karena Rekind belum pernah terjun ke bisnis gas. Anak usaha PT Pupuk Indonesia itu menjadi tidak berani mengambil risiko. Padahal, untuk terjun ke bisnis pipa, perusahaan harus pandai dalam memitigasi risiko. "Coba cek ruas pipa Arun-Belawan, Gresik-Semarang, Duri-Dumai, South Sumatera-West Java, Kalija 1. Mana ada volume yang besar?" ujarnya.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan proyek pipa gas Cirebon-Semarang merupakan hasil lelang BPH Migas. Pemenang lelang sudah memiliki perhitungan risiko yang dihadapi, termasuk soal permintaan gas. “Jadi, tidak benar jika realisasi proyek ini bergantung pada komitmen PGN,” ucapnya.
Perusahaan memang salah satu trader di sisi hilir sehingga akan mempengaruhi penggunaan pipa gas tersebut. “Namun, realisasi proyeknya tergantung ke pemenang lelang,” kata Rachmat.
Hasil lelang pun sudah ada sejak 14 tahun lalu termasuk asumsi-asumsi dan keekonomian ruas pipa. Apabila ada perubahan, seharusnya perlu kajian ulang oleh pemenang lelang. Sebagai informasi, salah satu grup PGN, yaitu Pertagas, juga mendapatkan proyek pembangunan pipa gas Gresik-Semarang dan sudah mulai melakukan pembangunan.
Ketika Katadata.co.id meminta konfirmasi soal ini kepada pejabat Rekind, tidak ada komentar yang disampaikan. Juru bicara perusahaan tidak pula memberi respons.
Pada saat melakukan peletakan batu pertama pada Februari lalu, direktur utama Rekind ketika itu Yanuar Budinorman mengatakan perusahaan tetap berkomitmen merealisasikan proyek tersebut. Jangka waktu pembangunannya adalah 24 bulan sehingga target operasionalnya pada 2022. "Mengingat penting dan strategisnya proyek ini, kami berkomitmen untuk bisa menyelesaikannya sesuai waktu yang disepakati," ujarnya.
Rekind ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan SK Kepala BPH Migas Nomor 035/Kpts/PL/BPH Migas/Kom/III/2006 tanggal 21 Maret 2006. Spesifikasi pipa gasnya berdiameter 28 inchi, panjang 255 kilometer, dan kapasitas desain 350-500 MMSCFD.
Untuk nilai investasi sebesar US$ 169,41 juta dengan toll-fee US$ 0,36 per juta British Termal Unit (MMBTU). Tarif itu lebih efisien karena mendekati toll-fee tertimbang nasional sebesar 0,353 USD / MSCF.
Butuh Intervensi Pusat dan Daerah
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin berpendapat pemerintah daerah dan pusat harus segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. "Perusahaan mana yang mau rugi, walaupun ini anak perusahaan BUMN," ujarnya.
Pembangunan infrastruktur gas tersebut sangat penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya Jawa Tengah. "Ini juga sebuah bisnis bagi pengembang atau investor, jadi harus menguntungkan," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Agustus lalu telah mendesak agar pipa gas Cisem segera dikerjakan pada pertengahan September 2020. Proyek ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan pesisir utara Jawa.
Anggota Komisi VII Ridwan Hisjam pun meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif segera turun tangan untuk menegur anak usaha Rekind. "Ini harus segera karena seperti telur dan ayam, menunggu shipper, demand, dan offtaker-nya harus pasti,” ujar Ridwan.
Menanggapi hal itu, Arifin mengatakan tengah melakukan kajian dalam proses pembangunan proyek pipa gas Cirebon-Semarang. Untuk pasokan gasnya akan berasal dari Jawa Timur. "Ini masih dalam kajian. Bukan hanya Cirebon-Semarang tapi Belawan-Dumai (Sumatera) sedang dalam persiapan," katanya.
Cadangan Gas Terus Turun
Sejalan dengan pembangunan infrastruktur, pemerintah juga menambah pasokan gas domestik. Salah satu langkah yang bakal ditempuh adalah menghentikan ekspor gas ke Singapura. Kontrak perjanjian jual belinya atau PJBG berakhir pada 2023. “Gas masih banyak di Sumatera. Suplai ke Singapura akan kami tarik ke dalam negeri,” kata Menteri Arifin beberapa waktu lalu.
Gas itu akan mengalir melalui pipa Duri-Dumai ke seluruh Sumatera. Pengalirannya kemudian berlanjut ke seluruh Pulau Jawa.
Rencana ini mendapat dukungan penuh dari BPH Migas. Keputusan ini dapat meningkatkan nilai tambah produksi gas dan mengurangi defisit neraca dagang. “Gas yang mura kita ekspor, bahan bakar minyak (BBM) mahal kita impor. Di mana akal sehatnya?” kata Kepala BPH MIgas M Fanshurullah Asa.
Cadangan gas Indonesia saat ini cenderung mengalami penurunan. Pada akhir 2018, jumlah cadangan terbuktinya 96,06 triliun kaki kubik (TCF). Angkanya turun 10,5% dibandingkan pada 2009. Untuk cadangan potensialnya sebesar 39,49 TCF, turun 24,5%, seperti terlihat pada grafik Databoks berikut ini.
Penurunan ini terjadi karena minimnya kegiatan eksplorasi migas. Pemerintah berusaha menahan berkurangnya cadangan dengan mengupayakan eksplorasi dengan para kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS.
Permintaan gas tahun ini diperkirakan mencapai 3.424 MMSCFD. Industri merupakan konsumen terbesar. Porsinya mencapai 33%. Lalu, di bawahnya adalah pembangkit listrik.