Tiga Poin Masalah Hulu Migas dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Suasana aksi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di Kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2020). Aksi tersebut berujung bentrok dengan aparat kepolisian.
12/10/2020, 18.48 WIB

Lalu, kontrak hanya dapat berubah dengan kesepakatan kedua belah pihak, tidak bisa sepihak. Namun, dalam praktiknya tidak selalu demikian. Posisi tawar kedua belah pihak secara de facto akan menentukan apakah kontrak maupun izin dapat berubah.

"Negara yang memerlukan investasi tentu tidak kemudian akan dapat semena-mena mencabut izin dari suatu badan usaha yang posisi tawarnya kuat, meskipun secara hukum hal itu dimungkinkan," kata dia.

Jadi, menurut Pri Agung, berapa besar manfaat skema hulu migas kepada negara bukan semata ditentukan oleh rezim izin atau kontrak. Semua akan tergantung pada penerapannya sistem yang dipilih pemerintah.

Heboh omnibus law (Katadata)

Detail Pembahasan di Revisi UU Migas

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin berpendapat  skema kontrak ke izin merupakan perubahan yang cukup besar. Pemerintah perlu meninjau kembali implementasinya ke depan seperti apa. "Apakah sama dengan pertambangan batu bara dan mineral? Apakah ada sistem royalti? Skemanya bagaimana? dan lain-lain," ujarnya.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa izin tambang dengan sistem royalti lebih sederhana. Untung-ruginya pun tergantung dari rincian dan implementasinya seperti apa.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan pada klaster migas tidak akan ada perubahan spesifik dalam UU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR sepakat pembahasan detail aturan itu akan masuk di revisi UU Migas. "Sub-klaster minyak bumi tetap UU Migas. Pembahasannya mulai di 2021," kata dia pada saat konferensi pers virtual, Rabu pekan lalu.

Sampai sekarang pembahasan revisi UU Migas tak kunjung terlaksana. Padahal perubahannya sudah diamanaatkan sejak panitia khusus atau pansus bahan bakar minyak (BBM) dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Nasibnya bertolak belakang dengan UU Migas yang telah disahkan pada awal tahun ini. Pemerintah sekarang juga sedang mengebut untuk menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang energi baru terbarukan RUU EBT.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan