Kementerian ESDM Pantau 8 Perusahaan Tak Patuhi Harga Patokan Nikel

Katadata
Ilustrasi. Masih ada delapan perusahaan yang tidak menerapkan harga patokan mineral atau HPM jual-beli bijih nikel.
16/12/2020, 15.42 WIB

Ternyata masih ada delapan perusahaan yang tidak menerapkan harga patokan mineral atau HPM jual-beli bijih nikel. Pemerintah akan menegur penambang dan pemilik pabrik pemurnian (smelter) tersebut. Bahkan sanksi pencabutan menanti kalau aturan itu tak kunjung mereka laksanakan. 

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengatakan, sebanyak 73 perusahaan telah menerima surat teguran dari pemerintah beberapa waktu lalu. Ada 65 perusahaan yang langsung melaksanakan HPM.

“Saya optimistis lambat laun penerapannya akan berjalan maksimal,” katanya dalam acara Indonesia Mining Outlook 2021, Rabu (16/12). 

Pelaksanaan HPM bertujuan untuk memberikan keadilan bagi pengusaha tambang dan pemilik pabrik pemurnian (smelter). “Ada beberapa perusahaan smelter yang sudah terlalu lama menikmati harga nikel murah,” ucap Yunus.

Harga nikel formula pemerintah cenderung lebih murah dibandingkan untuk ekspor. Tujuannya, agar perusahaan smelter domestik dapat memperoleh bahan baku dengan harga kompetitif. 

Risiko dan biaya investasi smelter jauh lebih besar dibandingkan dengam perusahaan pertambangan nikel. Kondisi itu pula yang membuat pemerintah memberikan insentif, berupa penetapan harga HPM yang relatif lebih kecil dibandingkan pasar internasional. 

Sekretaris Jenderal APNI Meidy K Lengkey mengatakan kebijakan HPM telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2020 tentang tata cara penetapan harga patokan penjualan mineral logam dan batu bara. Para pengusaha smelter pun sudah mematuhi aturan tersebut.

Namun, persoalan lainnya adalah biaya angkutan dan asuransi atau cost insurance and freight (CIF) yang masih berlaku. Pihak smelter hanya membayar biaya tongkang US$ 3 per metrik ton. 

Dampaknya, penambang di Maluku, Maluku Utara, Papua, Kolaka Utara (Sulawesi Tenggara), dan Malili (Sulawesi Selatan) harus mensubsidi biaya tongkang US$ 5 sampai US$ 8 metrik ton. Yunus berpendapat perlu diskusi lebih lanjut soal ini antara pemerintah dan pelaku usaha guna mencari solusinya. 

Jumlah Smelter Nikel RI

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin memberikan peringatan pertama bagi penambang maupun smelter nikel yang masih mengabaikan ketentuan HPM.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan