Pemerintah perlu menciptakan iklim investasi migas yang kondusif. Dengan begitu target 1 juta barel per hari minyak pada 2030 dapat tercapai.
Mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno berpendapat patokan angka itu cukup berat terealisasi. “Jangan berharap pada Pertamina karena dia mempunyai keterbatasan,” katanya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (21/12).
Untuk strategi jangka pendek, pemerintah perlu mempertahankan pelaku usaha migas yang sudah ada. Investor perlu diberikan insentif fiskal dan pajak agar tidak mengurangi minatnya di Indonesia.
Harapan menggenjot produksi dari teknologi pengurasan minyak atau enhanced oil recovery (EOR) tidak akan cukup mencapai target 1 juta barel per hari. “Pemerintah harus menciptakan investasi untuk ekplorasi migas,” ucapnya.
Pandemi Covid-19 telah memukul konsumsi bahan bakar dan investasi migas tahun ini. Angkanya meleset dari target. Per Oktober lalu, realisasinya baru mencapai US$ 8,1 miliar dari patokan US$ 13,8 miliar.
Kondisinya juga bakal makin parah dengan berembus kabar ExxonMobil Cepu Limited bakal hengkang dari Indonesia. Padahal, perusahaan asal Amerika Serikat ini telah lama berkontribusi besar pada target produksi migas Tanah Air melalui Blok Cepu. “Perusahaan lain juga kabarnya akan hengkang. Kita harus pertahankan mereka untuk mau tetap investasi,” kata Ari.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan pemerintah terus bekerja sama dengan para pihak terkait dalam mengembangkan iklim investasi yang lebih baik.
Kementerian pun telah menyiapkan berbagai macam insentif untuk memenuhi kebutuhan para investor. Misalnya, fasilitas perpajakan yang menarik dan memudahkan dalam hal investasi. Kemudian, ada pula perbaikan proses perizinan.
Tutuka mengatakan pemerintah membuka diri kepada investor untuk masalah regulasi. “Kami berdiskusi mana yang baik untuk negara sehingga mereka dapat berinvestasi dengan nyaman,” ujarnya.
Investasi Sektor Energi 2020 Meleset dari Target
Pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian global. Sektor energi tak luput terkena imbasnya. Kementerian ESDM mencatat investasi tahun ini akan jeblok. Angkanya hanya menyentuh US$ 22 miliar hingga US$ 23 miliar atau sekitar 70% dari total pencapaian tahun lalu.
Hingga Oktober 2020, realisasi investasi di sektor energi baru mencapai US$ 17,7 miliar atau sekitar Rp 251 triliun. Rinciannya, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) sebesar US$ 900 juta, mineral dan batu bara (minerba) US$ 2,8 miliar, kelistrikan US$ 5,8 miliar, serta minyak dan gas bumi (migas) US$ 8,1 miliar.
Tahun depan, pemerintah menatap lebih optimistis. Kehadiran vaksin virus corona harapannya dapat membangkitkan kembali roda perekonomian dan iklim investasi. “Situasi ekonomi akan mulai full recovery sehingga kami cukup optimistis target invetasi 2021 akan tercapai,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial pada 14 Desember lalu.
Target investasinya di 2021 sebesar US$ 37,2 miliar atau sekitar Rp 528 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan patokan 2020 di US$ 35,9 miliar. Sektor migas masih menjadi tumpuan sebesar US$ 18 miliar. Lalu, listrik US$ 9,9 miliar, Minerba US$ 6,4 miliar, dan EBTKE US$ 2,9 miliar.