Konsumsi minyak dan gas bumi (migas) tertekan akibat pandemi Covid-19. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut penurunan permintaan pada tahun lalu mencapai 25% dibandingkan kondisi normal.
Kondisi itu berdampak pada sisi permintaan dan pasokan. “Ini penurunan terbesar dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Nicke dalam acara CNBC Energy Outlook, Kamis (4/2).
Setidaknya ada tiga tekanan atau triple shock yang membuat kinerja perusahaan tergerus. Ketiganya adalah penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), anjloknya harga minyak mentah, dan volatilitas nilai tukar rupiah.
Penurunan konsumsi BBM bahkan mencapai 50% pada saat sejumlah kota besar di Indonesia melaksanakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Secara nasional, konsumsi berkurang 25%.
Untuk tahun ini, ia menyebut, akan terjadi peningkatan permintaan sekitar 10% sampai 12% dibandingkan 2020. Namun, secara jumlah angkanya masih lebih rendah dibandingkan 2019 dan sebelumnya.
Di tengah pandemi, Pertamina tetap menjalankan penugasan pemerintah, seperti program BBM satu harga di 74 titik. “Kami terus menyediakan BBM dan elpiji (LPG) di seluruh daerah,” ucapnya.
Perusahaan setrum negara atau PLN bernasib sedikit lebih baik. Konsumsi listriknya pada 2020 tidak turun, tapi cenderung flat atau datar.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Muhammad Ikbal Nur mengatakan kebutuhan listrik selama 2020 cenderung tidak mengalami pertumbuhan dan juga tidak menurun. Bahkan pasokan listrik 63 gigawatt (GW) yang dimiliki PLN dan Swasta masih mencukupi kebutuhan listrik di 2020.
Kegiatan dan investasi PLN terus berlanjut. Termasuk di dalamnya penambahan jumlah pembangkit listrik, pembangunan transmisi, dan pembangunan fasilitas gardu induk. Ada pula sambungan listrik ke rumah pelanggan yang saat ini mencapai lebih dari tiga juta konsumen. "Pada 2020 (konsumen PLN) naik menjadi 79 juta pelanggan," ucapnya.
Ia berharap dengan kehadiran vaksin Covid-19 maka pandemi pun dapat segera berakhir. Lalu, perekonomian bisa tumbuh mencapai 4% sampai 5% sesuai dengan target pemerintah.
2021 Akan Lebih Baik?
Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kinerja perusahaan pelat merah atau BUMN energi relatif akan lebih baik di 2021 dibandingkan dengan tahun lalu. Di saat pandemi masih berlangsung, setidaknya ada peluang pemulihan ekonomi.
Dari pergerakan Google Mobility Report, pandemi memang belum pulih tapi aktivitas masyarakat, termasuk sektor retail, bergerak positif dibanding tahun lalu.
Hanya saja, pergerakan manusia yang sudah lebih banyak ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi mendorong aktivitas ekonomi. “Kondisi itu akan berdampak baik pada permintaan energi," ucapnya.
Namun di sisi lain, kenaikan aktifitas tersebut sejalan dengan tingginya kasus Covid-19. Pemerintah berpotensi melakukan PSBB yang lebih ketat lagi. Dampaknya, permintaan energi akan kembali menurun.