Babak Baru Kilang Tuban Usai Rampung Perkara Lahan

123rf
Ilustrasi. Pembebasan Kilang Tuban, Jawa Timur, telah rampung 99%.
18/2/2021, 15.54 WIB
  • Pembebasan lahan untuk Kilang Tuban telah mencapai 99%.
  • Pertamina menargetkan kilang dapat beroperasi pada 2026.
  • Kehadiran kilang ini harapannya dapat mengurangi impor BBM yang membebani keuangan negara.

Pembangunan Kilang Tuban, Jawa Timur kini dapat segera terlaksana. Masalah lahan yang sempat merintangi kini sudah tak ada lagi. Masyarakat sekitar pun tidak lagi menolak kehadiran proyek tersebut.

Dalam dua hari terakhir, beberapa media menyebut banyak warga di sekitar lokasi proyek menjadi miliarder dari ganti untung lahannya. Misalnya, warga Desa Sumurgeneng, Kecamata Jenu, bernama Siti Nurul Hidayatin. 

Melansir Kompas.com, Kamis (18/2), ia mendapat Rp 18 miliar dari penjualan tanahnya ke Pertamina. Uang itu langsung ia pakai untuk membeli tiga mobil, membangun taman pendidikan anak, hingga naik haji. “Dua mobil, yaitu Innova dan HRV, lalu ada mobil pikap buat usaha,” ujar perempuan berusia 32 tahun itu. 

Ada lagi, Romadi yang berusia 35 tahun. Ia mendapat uang Rp 7,5 miliar untuk penjualan tanah pertanian dan rumahnya. “Saya tidak ikut menolak sampai ke pengadilan. Jadi, terima pembayaran tahap ketiga pada Desember 2020,” katanya.  

Penolakan berujung gugatan memang sempat terjadi pada proyek New Grass Root Refinery (NGRR) Kilang Tuban. Persoalan ini pun sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Ketika itu, ia mengimbau agar aspirasi warga dapat disampaikan ke kepala daerah.

Karena masalah itu tak kunjung usai, pada tahun lalu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memasukkan proyek tersebut ke dalam daftar Rp 708 triliun investasi yang mangkrak. Pertamina bersama partnernya dari Rusia, Rosneft,  tidak bisa memulai pembangunan meskipun kerja sama keduanya telah terjalin sejak 2017. 

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia lalu membentuk tim khusus untuk mempercepat penyelesaian masalah itu. Pada awal bulan ini, ia mengunjungi proyek untuk menuntaskan proses negosiasi dengan warga setempat. 

Pertamina pun telah memberikan pendampingan dan pelatihan pengelolaan dana kepada warga. Senior Supervisor Corporate Social Responsibility (CSR) and Medium Enterprise Partnership Program (SMEPP) Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Rusminto Wahyudi mengatakan, dalam pendampingan ini masyarakat diberi pemahaman dan pemberdayaan ekonomi. 

"Pada pendampingan awal, kami beri sosialisasi dan dilanjutkan dengan praktik, supaya warga lebih paham apa itu CSR dan cara mendapatkannya," kata Rusminto.

Pejabat Sementara Manager CSR Pertamina Audy Arwinandha Nasution mengatakan perlu adanya pemahaman dan pelatihan pengelolaan dana bagi masyarakat. “Agar masyarakat bisa mengatur keuangannya dengan bijak dan tepat," katanya.

Kilang Tuban merupakan salah satu proyek yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada Oktober 2019.

Ilustrasi kilang minyak. (KATADATA)

Pembebasan Lahan Kilang Tuban Capai 99%

Corporate Secretary Sub holding Refining & Petrochemical (PT Kilang Pertamina International) Ifki Sukarya mengatakan proyek dengan nilai investasi sekitar US$ 15 miliar (sekitar Rp 211 triliun) tersebut sedang tahap pengerjaan awal atau early work

Termasuk dalam pengerjaan tersebut adalah pembersihan lahan sekitar 328 hektare. Sedangkan pemulihan lahan abrasi (restorasi) seluas 20 hektare sudah selesai.

Proses pengadaan lahan kini telah tuntas. Mayoritas warga yang terdampak sudah menerima penggantian dana dari Pertamina. Lahan yang dibebaskan telah mencapai 99% dari target 377 hektare tanah warga.

Saat ini perusahaan sedang menyusun rancang bangun kilang. Basic engineering design (BED) yang tengah dikerjakan pun hampir selesai dan akan dilanjutkan dengan front end engineering design (FEED) mulai bulan ini. “Pekerjaan perencanaan, pengadaan, dan konstruksi (EPC) targetnya pada akhir 2022 agar keseluruhan proyek dapat selesai pada pengujung 2026," kata Ifki kepada Katadata.co.id.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan Pertamina perlu menjaga anggaran dan pengeluaran pada masa pengembangan ini. Bujet berlebih dapat membuat investor mundur karena mayoritas dana untuk pembangunan datang dari Rosneft.

Kilang minyak merupakan bisnis yang marginal dari sisi keekonomiannya dan harus ditopang dengan bisnis turunannya. "Efisiensi biaya pengembangan dan operasi sangat penting untuk menjaga keekonomian tersebut," ucapnya.

Proses pembuatan desain dan rancang bangun tak kalah krusial. "Saya memperkirakan  pekerjaan EPC bisa dimulai secepatnya atau pada 2022 sehingga selesai di 2026," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan

Harapannya, proyek ini dapat berjalan lancar tanpa hambatan. Partner yang digandeng Pertamina pun cukup bagus dan memiliki pengalaman mengelola kilang. 

Rosneft merupakan perusahaan energi terintegrasi asal Rusia. Kantor pusatnya berada di Moskow. Bisnis intinya adalah eksplorasi, ekstraksi, produksi hingga penjualan minyak dan gas bumi (migas). Wilayah operasinya berada di lebih 20 negara. 

Posisinya secara global merupakan salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia yang melantai di bursa. Di Rusia, ia menjadi perusahaan terbesar kedua yang dikendalikan negara. 

Ilustrasi Kilang Pertamina. (Katadata)

Kilang Masih Dibutuhkan Meski Proyek Baterai  Digaungkan

Selain fokus pada pembangunan kilang, Pertamina juga akan masuk ke ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai. Pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia akan melibatkan konsorsium badan usaha milik negara (BUMN).

Pertamina bersama MIND ID (Inalum), PLN, dan Aneka Tambang (Antam) akan bergabung membentuk holding bernama Indonesia Battery Corporation (IBC).

Moshe berpendapat keberadaan proyek baterai tak akan membuat bisnis kilang terganggu. “Kilang nantinya akan terintegrasi dengan produk petrokimia. Kebutuhannya akan terus naik di masa depan,” ucapnya. 

Masa depan kendaraan listrik atau EV masih panjang dan belum akan menggantikan peran migas dalam waktu dekat. “Minyak masih dibutuhkan dan keberadaan kilang akan memperbaiki neraca perdagangan kita,” kata Moshe.

Proyek peningkatan kapasitas kilang memang salah satunya untuk memperbaiki neraca perdagangan Indonesia. Kehadirannya akan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini membebani keuangan negara. Databoks berikut ini menampilkan tren impo minyak dan BBM. 

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pun berpendapat serupa. Pertamina masih akan sibuk mengurus minyak. Transisi energi BBM ke baterai listrik butuh waktu lama. 

Pertamina, sebagai perusahaan pelat merah, akan lebih realistis melihat kebutuhan BBM yang terus meningkat. Apalagi mobilitas masyarakat diprediksi akan pulih apabila pandemi Covid-19 berakhir. 

Pemerintah juga memberikan kebijakan insentif untuk mobil murah ramah lingkungan (LCGC) melalui diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). "Saya justru melihat yang lambat justru di bisnis baterainya,” kata Bhima. 

Proyek Grass Root Refinery Tuban akan meningkatkan kapasitas pengolahan minyak sebesar 300 ribu barel per hari. Dengan begitu, kebutuhan BBM dapat terpenuhi dari dalam negeri.

Produknya bakal menghasilkan BBM berstandar Euro V, berupa gasoline sekitar 80 ribu barel per hari, gasoil 100 ribu barel per hari, dan avtur 30 ribu barel per hari. Kilang ini rencananya terintegrasi dengan kilang petrokimia yang memproduksi 3.750 kilo ton per tahun (KTPA). 

Pembangunan kilang tersebut menyerap 35% tingkat komponen dalam negeri (TKDN), tenaga kerja sebanyak 20 ribu orang saat konstruksi dan 2.500 orang saat operasi. Dalam pembangunan tahap awal, Pertamina telah menyerap 271 tenaga kerja lokal dari Tuban.

Reporter: Verda Nano Setiawan