Menteri ESDM Berkomitmen Mendorong Pengelolaan Minerba Berkelanjutan

ANTARA FOTO/Didik Setiawan/wpa/hp.
Menteri ESDM Arifin Tasrif.
23/6/2021, 12.24 WIB

Sektor minerba dinilai masih cukup menjanjikan. Pemerintah pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat program hilirisasi minerba. Seperti pembatasan ekspor bauksit, pemberian insentif, dan pemberlakuan aturan Perizinan Online Terpadu atau yang biasa disebut dengan Online Single Submission (OSS).

Pemerintah menurut Arifin akan terus mendukung pembangunan berkelanjutan di banyak industri. Beberapa diantaranya melalui peningkatan kinerja lingkungan, seperti efisiensi energi, pengurangan emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah dan peningkatan produktivitas.

Sebelumnya, lembaga riset dan konsultan global Wood Mackenzie menyebutkan sektor tambang membutuhkan investasi hampir US$ 1,7 triliun atau lebih dari Rp 24.000 triliun selama 15 tahun ke depan. Investasi ini untuk menciptakan dunia yang bebas emisi karbon.

Investasi tersebut dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan tembaga, kobalt, nikel, aluminium ringan dan berbagai logam lainnya, dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik dalam skala besar. Di antaranya media penyimpanan dan transmisi listrik dari sumber energi terbarukan, serta baterai listrik.

Kebutuhan investasi ini seiring keputusan sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, Kanada, yang menaikkan target pengurangan emisi karbon untuk menghentikan pemanasan global. Keputusan itu dicapai pada pertemuan Leaders Summit on Climate yang digelar oleh Presiden AS Joe Biden pada April lalu.

Meski demikian, analis Wood Mackenzie, Julian Kettle mengatakan ada keengganan pelaku industri pertambangan untuk berinvestasi dalam jumlah besar demi menjaga pasokan di masa mendatang. Terutama dengan kecepatan dan skala yang diminta oleh transisi energi terbarukan.

Perusahaan tambang sangat hati-hati dalam melakukan investasi besar. Dalam satu dekade terakhir, ketika sektor tambang berinvestasi meningkatkan kapasitas produksi, malah menyebabkan jatuhnya harga dan tentu saja pendapatan mereka.

"Mereka juga harus menyenangkan investor, yang kemungkinan besar tidak ingin dividennya dialihkan untuk menjadi belanja modal," ujar Kettle seperti dikutip Reuters, Selasa (11/5). "Fokus investor pada bisnis berwawasan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) turut menambah tantangan yang ada."

Halaman: