PT PLN resmi mengakuisisi pembangkit listrik Blok Rokan yang dikelola PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), Selasa (6/7). Proses akuisisi mendapat sorotan karena munculnya polemik terkait aset negara dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemerintah menilai pembangkit listrik yang awalnya dimiliki Chevron Standard Limited (CSL) tak masuk sebagai aset negara. Jadi PLN perlu membelinya untuk menjamin penyediaan listrik di Blok Rokan.
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Lukman Efendi mengatakan telah mengingatkan Kementerian ESDM dan Chevron agar berhati-hati dalam proses akuisisi pembangkit di Blok Rokan. Pasalnya, pembangkit milik MCTN tersebut beroperasi di lahan milik negara.
"Kami sebagai pengelola barang hanya mengingatkan itu. Tentu para pihak yang terkait harus memperhatikannya," ujar Lukman kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Lukman menyebutkan terdapat dokumen perjanjian antara CPI dan regulator hulu migas pada masa lalu mengenai kepemilikan pembangkit di wilayah Blok Rokan. Dokumen itu yang menjadi dasar pembangkit listrik tersebut tak diklasifikasikan sebagai aset negara.
"Namun, yang pasti kami sudah menyurati jika ada langkah perbuatan hukum yang ingin ditempuh Chevron di Blok Rokan, harus izin," ujarnya.
Sumber Katadata.co.id menjelaskan skema fasilitas untuk pembangkit listrik di Blok Rokan dibuat secara khusus dalam memorandum of understanding yang disepakati antara regulator dengan Chevron Pacific Indonesia (CPI). Dalam kesepakatan tersebut disebutkan bahwa pembangunan pembangkit PLTGU tidak menggunakan uang negara, namun pihak ketiga.
Sehingga, ketika kontrak pengelolaan Blok Rokan selesai, maka Chevron tidak memiliki kewajiban menyerahkan pembangkit kepada negara. Meskipun mereka menggunakan lahan milik negara tanpa biaya sewa."Bila ada yang mengungkit masalah tanah, dalam MoU diatur bahwa pihak ketiga ini boleh memakai lokasi tanpa sewa sepanjang kontrak," kata sumber tersebut.
Chevron membentuk MCTN mulai 1998 dan membangun pembangkit listrik setahun kemudian. Pada 2000, pembangkit listrik ini beroperasi.
Awalnya komposisi kepemilikan saham MCTN dikuasai Chevron Inc dan Texaco Inc masing-masing 47,5%, dan sisanya dipegang PT Nusa Galih Nusantara sebesar 5%. Pada 2001, Chevron dan Texaco bergabung. Sehingga kepemilikan sahamnya menjadi 95% oleh Chevron Standard Limited (CSL) dan 5% PT Nusa Galih Nusantara.
BPK Soroti Penggunaan Cost Recovery
Meski dalam MoU disebutkan pembangkit listrik Blok Rokan dikelola pihak ketiga, pembayaran tagihan listrik di Blok Rokan tetap menggunakan skema cost recovery.
Data SKK Migas menyebutkan nilai investasi MCTN membangun pembangkit nilainya mencapai US$ 200 juta, sedangkan tagihan listrik di Blok Rokan dari MCTN kepada Chevron Pacific Indonesia mencapai US$ 80 juta per tahun hingga 2020. Tagihan ini diteruskan Chevron untuk dibayar negara lewat mekanisme cost recovery.
Badan Pemeriksa Keuangan sempat menyinggung ketidakberesan soal tagihan listrik dari MCTN pada audit 2006. Mengutip hukumonline.com, BPK menemukan biaya listrik dan steam yang dimintakan kembali ke pemerintah sejak Chevron Pacific Indonesia melakukan kerja sama dengan MCTN diragukan kewajarannya. Proses ini mengakibatkan dugaan kerugian bagi pemerintah sebesar US$ 210 juta dan merugikan negara sebesar US$ 1,23 miliar.
Sumber Katadata.co.id di Chevron mengatakan MCTN mendapatkan uang pembayaran untuk biaya pemrosesan. "Biaya pemrosesan dilanjutkan ke CPI. CPI diawasi oleh negara dari sisi semua kontrak utama," ujarnya.
Sebelum disetujui, negara juga akan memeriksa kewajaran harganya. Adapun setiap tahunnya biaya pemrosesan ini selalu diawasi oleh negara."BPK mengauditnya," kata dia.
PLN Sebut Proses Akuisisi Aman Secara Hukum
PLN menegaskan proses akuisisi MCTN dari Chevron telah memenuhi persyaratan hukum. Sehingga, PLN yakin tidak akan ada buntut persoalan hukum setelah proses pengambilalihan saham tersebut rampung.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril menjelaskan dalam proses akuisisi ini PLN menunjuk empat konsultan yang mengawal berjalannya proses pengambilalihan saham. Empat konsultan tersebut yakni konsultan proses akuisisi, konsultan finansial, konsultan appraisal, dan terakhir konsultan hukum.
"Kami memastikan dengan due diligence ini tidak ada persoalan hukum. Kami sudah memastikan, dari kami menggunakan konsultan untuk itu," ujar Bob dalam diskusi secara virtual, Selasa (6/7).
Bob menjelaskan proses ini karena beredar informasi yang menyebutkan salah satu poin dari penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham antara PLN dan CSL berpotensi membuat PLN akan terjerat masalah hukum di kemudian hari. Dari informasi yang diperoleh Katadata, dalam perjanjian tersebut, MCTN berpeluang dibebaskan dari persoalan-persoalan hukum atas Energy Sale Contract masa lalu.
Bob enggan memberikan konfirmasi mengenai isi perjanjian karena PLN dan Chevron Standard Limited menyepakati non-disclosure agreement (NDA) alias perjanjian larangan pengungkapan informasi.
Namun, secara umum dia menilai tak akan ada potensi masalah mengingat risiko masa lampau juga sangat minimum sekali. "Hukum pidana mengatur orang yang melakukan pelanggaran yang harus bertanggung jawab. Jadi secara umum sudah kami mitigasi dan menjadi bagian negosiasi," ujarnya.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan penandatanganan SPA antara PLN dengan Chevron merupakan langkah strategis untuk memastikan pasokan listrik dan uap guna keberlangsungan operasi Blok Rokan.
Dengan adanya akuisisi ini, maka MCTN akan menjadi anak usaha dari PT PLN. Sehingga pihaknya akan meneruskan pengoperasian pembangkit ini secara jangka pendek selama tiga tahun ke depan pada masa transisi.
"Jangka pendek kami gunakan listrik dari MCTN yang selama ini sudah pasok listrik ke Rokan sambil tiga tahun ini kami menyiapkan listrik dari regional Sumatera," ujarnya dalam acara penandatanganan dengan MCTN secara virtual, Selasa (6/7).
Sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan Blok Rokan menyimpan potensi cadangan minyak yang masih menjanjikan. Maka itu, untuk bisa memberikan manfaat yang maksimal bagi negara, dibutuhkan strategi yang baik.
Menurut dia dengan adanya kesepakatan ini, maka PLN akan meneruskan pemanfaatan PLTG North Duri Cogen sebelum pasokan listrik Blok Rokan disuplai oleh jaringan interkoneksi sistem Sumatera.
"PLN harus memastikan jaminan pasokan listrik bagi Blok Rokan, sehingga Pertamina mampu menjaga keberlanjutan produksi 25 persen minyak nasional," katanya.