Didorong Efisiensi, Pertamina Cetak Laba Rp 2,6 Triliun di Semester I
Pertamina berhasil membukukan laba sebesar US$ 183 juta atau setara Rp 2,6 triliun pada semester I 2021. Perusahaan energi pelat merah ini berhasil membalikkan kinerjanya yang merugi hingga US$ 768 juta atau sekitar Rp 11 triliun pada semester I tahun lalu.
Pjs. Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan dampak pandemi yang berkepanjangan masih sangat dirasakan sepanjang tahun ini.
Menurutnya fluktuasi harga minyak mentah sangat berpengaruh pada kinerja Pertamina. Meskipun saat ini harga minyak minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) meningkat hampir dua kali lipat dari US$ 36,5 per Juni 2020 dibanding US$ 70,06 per Juni 2021.
"Meski ICP melambung, Pertamina tidak menaikkan harga BBM karena mempertimbangkan penurunan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/8).
Sementara, badan usaha BBM lainnya telah beberapa kali menaikan harga jual BBM sejak awal tahun 2021. "Tentu saja pendapatan dan laba dari sektor hilir menjadi cukup tertekan, namun ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Pertamina untuk membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19," ujarnya.
Kinerja positif Pertamina pada paruh pertama tahun ini didorong oleh penjualan yang mencapai US$ 25 miliar (Rp 360 triliun), dengan pendapatan sebelum bunga, pajak, dan penyusutan (EBITDA) mencapai US$ 3,3 miliar (Rp 47 triliun). Keduanya naik lebih dari 22% dalam setahun (year on year/yoy).
Adapun peningkatan pendapatan dan laba dari sektor produksi hulu migas didukung oleh tercapainya target produksi 850 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Dengan kenaikan ICP yang disertai efisiensi biaya pengembangan dan produksi, sektor hulu mencatat pendapatan dan laba di atas target.
Selain itu, Pertamina juga mencatatkan peningkatan volume penjualan BBM. Dari sisi penjualan di hilir, permintaan BBM berangsur pulih walaupun masih lebih rendah dari kondisi normal sebelum pandemi Covid-19.
Permintaan BBM rata-rata tercatat 126 ribu kilo liter (KL) per hari, atau naik 8% dibandingkan semester I tahun lalu sekitar 116 ribu KL per hari. Namun angka tersebut masih lebih rendah sekitar 6% dari permintaan normal sebelum pandemi pada 2019.
Dalam menghadapi situasi yang penuh tantangan ini, menurutnya, Direksi, Komisaris dan Pekerja Pertamina tidak tinggal diam dan terus melakukan langkah-langkah strategis untuk peningkatan pendapatan dan juga efisiensi di seluruh lini.
Adapun guna menggenjot peningkatan pendapatan, Pertamina terus mendorong seluruh Subholding dan anak usaha memperkuat kinerja operasional, diantaranya melalui beberapa strategi. Misalnya, peningkatan produksi dan lifting serta peningkatan monetisasi gas di seluruh wilayah kerja (WK), termasuk di Blok Rokan.
Kemudian optimasi produksi di kilang dengan produk bernilai tinggi dan meningkatkan penjualan produk kilang dan petrokimia baik di dalam negeri maupun ekspor ke pasar luar negeri.
Melakukan akselerasi pembangunan PLTS baik di lingkungan Pertamina maupun pasar eksternal serta memperkuat ekosistem baterai melalui aktivasi swapping & charging EV Battery di SPKLU yang terintegrasi dengan SPBU.
Berikutnya akselerasi komersial LNG dan optimalisasi infrastruktur Arun sebagai pusat distribusi di kawasan Asia. Serta peluang tambahan revenue atas penyewaan kapal dan jasa logistik ke eksternal Pertamina untuk cargo LPG, BBM serta Petrokimia.
Sedangkan untuk program efisiensi, Pertamina dengan serius berkomitmen melakukan berbagai optimalisasi, diantaranya melalui reformasi pola operasi rantai pasok minyak mentah, BBM dan LPG.
Lalu, Regionalisasi di Subholding Upstream dari tahap perencanaan sampai eksekusi untuk optimasi sharing resources. Fleksibilitas pengadaan minyak mentah untuk meningkatkan gross refining margin.
Kemudian, preventive maintenance di seluruh kilang, sentralisasi pengadaan barang (procurement), menekan kerugian dengan menerapkan digitalisasi, serta implementasi cara kerja baru (new ways of working).