PT Freeport Indonesia (PTFI) meminta insentif kepada pemerintah untuk merampungkan proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di Gresik, Jawa Timur.
Freeport menilai insentif ini akan berdampak signifikan untuk mempercepat penyelesaian proyek tersebut. Juru bicara Riza Pratama mengatakan perusahaan saat ini membutuhkan insentif dari Kementerian ESDM untuk merampungkan pembangunan smelter itu.
Meski begitu, ia tak mau membeberkan jenis insentif seperti apa yang diinginkan Freeport. Yang pasti, dengan adanya insentif tersebut, akan sangat berpengaruh pada target penyelesaian pembangunan smelter. "Kami belum bisa memberikan informasi lebih jauh," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (2/9).
Sementara saat dikonfirmasi mengenai permintaan insentif Freeport, Direktur Mineral Kementerian ESDM Sugeng Mujiyanto belum memberikan respons. Pesan Katadata.co.id yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp, sampai berita ini ditayangkan, belum dibalas.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai Freeport terlalu banyak menuntut untuk merampungkan smelter mereka. Seolah-olah PTFI ingin diistimewakan untuk pembangunan smelter tersebut.
"Terlalu banyak alasan dan permintaan yang mereka kemukakan. Saya kira pemerintah harus melihatnya lebih jernih lagi permintaan ini," ujarnya. Simak capaian pembangunan smelter di Indonesia hingga akhir 2020 pada databoks berikut:
Menurut Mamit pemberian insentif dinilai tidak ada urgensinya, mengingat sudah banyak keistimewaan yang diterima oleh Freeport. Apalagi sampai saat ini progres pembangunan smelter juga tidak terlalu menunjukkan hasil yang memuaskan.
"Jadi saya melihatnya komitmen Freeport dulu, baru minta ini-itu lagi. Komitmennya belum jelas kok sudah minta lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian BUMN terkait permintaan insentif tersebut. Dia berharap ada keringanan yang diberikan pemerintah seperti relaksasi pajak barang impor untuk kebutuhan proyek.
Bahkan Kementerian BUMN sudah mengirimkan surat yang ditujukan untuk Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM guna mengusulkan keringanan pajak dan jenis insentif lainnya. Menurutnya permintaan insentif sangat penting karena proyek smelter ini hanya memiliki nilai tambah yang rendah, yaitu 5%.
Sementara pemurnian untuk komoditas lain di bawah MIND ID seperti nikel punya nilai tambah 27%, timah 40%, dan besi yang lebih besar lagi nilai tambahnya.
"Smelter ini proyek baru tapi merugi, masuk dalam perusahaan lama di bawah Freeport. Dia nggak dikasih insentif karena nggak di bawah perusahaan yang berdiri sendiri. Nah ini kan kurang adil," katanya.