Tanpa Upaya Ekstra, Lifting Minyak pada 2030 Bisa Hanya 281 Ribu Barel

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Pekerja menyelesaikan pembuatan tangki LPG milik Pertamina EP di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).
14/7/2021, 16.17 WIB

Lifting minyak atau produksi minyak bumi siap jual Indonesia terancam turun signifikan pada 2030 tanpa upaya ekstra untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd).

Bahkan Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko, mengatakan produksi dari lapangan eksisting yang terus mengalami penurunan secara alamiah menjadi perhatian bersama. Untuk itu, target produksi 1 juta barel minyak per hari sangat mendesak untuk dapat direalisasikan.

"Apabila tidak dilakukan usaha apapun maka di tahun 2030 lifting minyak mentah hanya akan 281 ribu bopd," kata Arief dalam sebuah diskusi secara virtual, Rabu (14/7).

Padahal, berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) kebutuhan minyak Indonesia pada 2030 yakni mencapai 2,27 juta barel per hari. Oleh sebab itu, guna merealisasikan target produksi minyak 1 juta barel per hari, SKK Migas telah menyiapkan beberapa strategi jangka pendek, menengah, dan panjang.

Pada jangka pendek, strategi SKK Migas yaitu mengoptimalkan produksi dan lifting dari lapangan eksisting. Di antaranya seperti pengelolaan reservoir yang baik dan pemeliharaan fasilitas atau maintenance base production.

Untuk jangka menengah, strateginya adalah transformation reserve to production atau mempercepat program pengembangan atau plan of development (POD) terhadap cadangan-cadangan baru yang ditemukan dan penggunaan teknologi enhanced oil recovery (EOR).

Simak kinerja lifting migas pada databoks berikut:

Sedangkan untuk jangka panjang, strateginya adalah meningkatkan eksplorasi secara masif untuk menemukan sumber daya dan cadangan baru. Potensi untuk penambahan cadangan cukup besar karena masih Indonesia memiliki 128 cekungan. Dari jumlah tersebut baru 20 cekungan yang sudah berproduksi dan ada 54 cekungan yang belum tereksplor sama sekali.

"Pelaksanaan strategi tersebut dalam rangka mencapai target 1 juta barel dan 12 BSCFD tentu memiliki tantangan tersendiri yg pasti tidak mudah mengingat karakteristik selain melibatkan teknologi dan inevstasi tinggi tapi juga melibatkan risko yang tinggi," ujarnya

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya mengatakan kebutuhan BBM dalam negeri saat ini sebesar 1,4 juta barel per hari. Sementara kapasitas produksi BBM di dalam negeri baru mencapai 800 ribu barel per hari.

Jika pengembangan pembangunan kilang Balikpapan selesai, maka kapasitas produksi BBM nasional akan naik ke level 1,2 juta barel. Namun, permintaannya di 2030 akan terus meningkat, bahkan lebih dari 1,8 juta barel per hari.

Indonesia memang telah berkomitmen mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Namun, secara volume, kebutuhannya akan terus meningkat. "Karena itu, target 1 juta barel tetap dibutuhkan oleh negara," ujar dia.

Guna mengejar target produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030, dibutuhkan investasi yang cukup besar. Dwi memperkirakan kebutuhan investasi tersebut mencapai US$ 187 miliar atau lebih dari Rp 2.600 triliun.

Selain menarik investasi, target produksi migas tersebut juga dapat memberikan efek pengganda berupa pendapatan kotor senilai US$ 371 miliar, dengan potensi pendapatan negara sebesar US$ 131 miliar pada 2030. Ini akan berdampak baik bagi perekonomian nasional dan regional.

Meski demikian menurut Dwi ada tantangan besar untuk mewujudkan target itu, seperti rumitnya perizinan, tumpang tindih peraturan antara pemerintah pusat dan daerah, dan rezim fiskal yang kurang menarik.

Berdasarkan catatan SKK Migas realisasi produksi minyak siap jual per Maret 2021 angkanya baru mencapai 676,2 ribu barel per hari (BOPD) atau 96% dari target 705 ribu BOPD. Pandemi Covid-19 membuat sebagian kegiatan hulu migas terganggu.

Reporter: Verda Nano Setiawan