Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Batu Bara Acuan Tembus Level US$200

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.
Sebuah truk pengangkut batu bara melintasi jalan tambang batu bara di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu (7/7/2021).
Editor: Maesaroh
8/11/2021, 18.10 WIB

Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada November 2021 sebesar US$ 215,01 per ton, atau yang tertinggi dalam sejarah.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, sejak ada pencatatan harga batu bara acuan pada 2009, belum ada level HBA yang mencapai US$200/ton.

Angka HBA di bulan November, melonjak sebesar 33% atau US$ 53,38 per ton dari HBA Oktober yang sebesar US$ 161,63 per ton.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan kenaikan ini dipengaruhi oleh datangnya musim dingin dan krisis batu bara.

Krisis terutama yang dialami oleh Tiongkok, sehingga berimbas pada harga batu bara global.

"Harga ini merupakan level HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir. Permintaan dari Tiongkok terus meningkat menyusul mulai memasuki musim dingin," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (8/11).

 Faktor komoditas lain, seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batu bara global.

"Supercycle masih punya pengaruh mendorong kenaikan harga komoditas dasar akibat dari adanya pertumbuhan ekonomi global baru pasca pandemi," ujarnya.

Harga batu bara acuan sendiri terus mengalami reli yang luar biasa sepanjang 2021.

Dibuka pada level US$ 75,84 per ton di Januari, HBA mengalami kenaikan pada Februari US$ 87,79 per ton, sempat turun di Maret US$ 84,47 per ton.

Selanjutnya terus mengalami kenaikan secara beruntun hingga November 2021.

Rinciannya, April di angka US$ 86,68, Mei (US$ 89,74), Juni (US$ 100,33), Juli (US$ 115,35), Agustus (US$ 130,99), September (US$ 150,03), dan Oktober (US$ 161,63).

 HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand.

Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

Nantinya, HBA November ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel) selama satu bulan ke depan. 

 Tingginya harga batu bara juga memicu melonjaknya pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian.

Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 7,78% secara tahunan (year-on-year) pada kuartal III tahun 2021. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 1995.

Industri batu bara dan lignit tumbuh 14,95% didorong oleh kenaikan produksi batu bara di kuartal III/2021. Pada kuartal II 2021, sektor ini tumbuh 13,27%.

Harga batu bara sempat melonjak pada awal Oktober, yaitu sebesar US$ 269,5/ton. Jumlah ini meroket 234,8% dibandingkan harga batu bara ahir tahun lalu yang sebesar US$ 80,5/ton.



Reporter: Verda Nano Setiawan