Cerita Jokowi Bentak Nicke Widyawati Karena Progres Proyek TPPI Lambat

ANTARA FOTO/Moch Asim
Suasana kawasan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019).
Penulis: Happy Fajrian
20/11/2021, 15.14 WIB

Presiden Joko Widodo alias Jokowi menceritakan pengalamannya masa lalu ketika kesal mengetahui proyek pembangunan kilang petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, berjalan lambat.

Padahal proyek tersebut sudah ada sejak ia dilantik sebagai presiden pada 2014. Jokowi pun mengaku sempat membentak Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati karena dianggap lambat mengeksekusi proyek tersebut.

“TPPI investasinya US$ 3,8 miliar, ini sudah bertahun-tahun belum jalan-jalan juga, padahal setelah saya dilantik 2014, saya langsung ke TPPI karena saya tahu barang ini kalau bisa jalan akan menyelesaikan banyak hal,” ujarnya di hadapan komisaris dan direksi Pertamina dan PLN di Istana Negara, yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11).

Menurut Jokowi, kilang TPPI menghasilkan banyak turunan petrokimia yang bisa menjawab kebijakan substitusi impor Indonesia. Ini akan menyelesaikan banyak masalah yang dihadapi Indonesia karena akan menurunkan impor sehingga neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan baik.

Ia menyebut masalahnya adalah Indonesia sudah terlalu lama berada di zona nyaman (comfort zone), dan terjebak pada rutinitas.

“Sehingga waktu terakhir saya ke sana bu Dirut (Pertamina Nicke Widyawati) saya bentak karena diceritain hal yang sama. Saya bilang, bu saya gak mau dengar cerita itu, saya sudah dengar dari dirut-dirut yang lain. Tender sudah dua kali, sudah bolak balik diulang-ulang terus,” kata Jokowi.

Dia menyebutkan pemerintah ingin neraca transaksi berjalan yang kerap mengalami defisit, membaik. Termasuk juga neraca perdagangan. Sedangkan dengan rampungnya proyek TPPI Indonesia yang dapat memproduksi berbagai produk turunan petrokimia maka bakal mengurangi impor secara signifikan.

“Kita bisa produksi sendiri karena kita punya industrinya, mesinnya, bahan bakunya, kok tidak kita lakukan malah impor. Itu yang bikin saya sedih. Karena yang akan hilang banyak sekali impor-impor terutama yang berkaitan dengan petrokimia dan segala turunannya,” ujar Presiden.

Tidak hanya itu, Pertamina akan diuntungkan karena tidak harus menyiapkan dolar untuk keperluan impor. “Pertamina (bisa) dapat keuntungan dari situ, negara dapat keuntungan dari substitusi impornya, neraca perdagangan kita baik, nilai tukar juga akan menguat kalau ini bisa kita selesaikan,” kata Jokowi.

Jokowi juga mengkritik lambatnya progres pembangunan kilang grass refinery root (GRR) Tuban yang merupakan kerja sama Pertamina dengan Rosneft, perusahaan minyak asal Rusia. Apalagi nilai investasinya sangat besar, yakni mencapai Rp 168 triliun.

“Sudah bertahun-tahun Rosneft ingin berinvestasi di Tuban, investasinya besar sekali Rp 168 triliun, tapi baru terealisasi Rp 5,8 triliun. Mereka ingin cepat kitanya yang tidak ingin cepat, alasannya ada saja minta kereta api, jalan tol,” keluh Jokowi kepada direksi dan komisaris Pertamina yang hadir.