Hal ini dilakukan pada proyek yang telah beroperasi, tahap pembangunan, proyek yang sudah mencapai kepastian pendanaan (financial close) untuk memundurkan target COD.

Selain memundurkan target target beroperasi komersial pembangkit, PLN juga meminta IPP menurunkan faktor kapasitas (CF). Saat ini, terdapat sekitar 34 IPP yang tengah melakukan konsultasi dengan PLN.

"Telah tercapai kesepakatan sebanyak 14 IPP dengan penghematan sekitar Rp 25 triliun," kata dia beberapa waktu lalu.

Penundaan pembangkit ini penting bagi efisiensi keuangan perusahaan setrum pelat merah. Hal ini karena tagihan pembelian listrik PLN dari IPP melalui kebijakan sistem take or pay melonjak setiap tahun.

PLN memperkirakan tagihan dari IPP mencapai Rp 100 triliun pada tahun ini. Kondisi ini membuat keuangan PLN tertekan. Apalagi, pertumbuhan konsumsi listrik nasional saat ini masih rendah imbas pandemi Covid-19.

 Selain renegoisasi terkait penundaan jadawal beroperasi komersial, PLN juga akan menawarkan 21 proyek energi terbarukan berkapasitas 1,2 gigawatt (GW)  kepada investor pada 2021-2022.

Kepastian dalam proses pengadaan dan aturan tarif dinilai menjadi kunci untuk menarik minat investor.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) M Assegaf mengatakan, IPP saat ini siap untuk berinvestasi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), terutama yang ditawarkan oleh PLN.

Namun, menurut dia, investor masih ragu karena masih ada persoalan terkait belum jelasnya mekanisme pengadaan.



Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan