SKK Migas memproyeksikan produksi minyak dan gas bumi siap jual atau lifting migas pada tahun ini tak akan mencapai target. Lifting minyak diperkirakan hanya mencapai 660.000 barel minyak per hari (bopd) atau 93,6% target APBN, dan gas 5.505 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) atau 97,5% dari target.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, hingga November 2021 kinerja lifting minyak mencapai 657.000 bopd atau 93,2% dari target sebesar 705.000 bopd. Sementara lifting gas mencapai 5.492 mmscfd atau 97,4% dari target 5.638 MMSCFD.
"Outlook akhir tahun kami proyeksikan sebesar 660.000 bopd atau 93,6% untuk minyak, dan 5.505 mmscfd atau 97,5% untuk gas," ujarnya dalam Rapat Kerja SKK Migas Tahun 2021, Senin (20/12).
Sedangkan untuk capaian lain, Dwi menyebutkan penerimaan negara telah mencapai US$ 12,55 miliar setara Rp 182 triliun atau 172% dari target US$ 7,28 milar. Kemudian cost recovery sebesar US$ 6,55 miliar, serta reserve replacement ratio (RRR) mencapai 102,3% dari target.
"Untuk penerimaan negara, meskipun mengalami tantangan Covid-19 outbreak yang terjadi pada Semester-I 2021, kami bersyukur harga minyak dunia berangsur naik sehingga pada akhir 2021 dapat kami proyeksikan penerimaan negara akan mencapai US$ 13,92 miliar setara Rp 202 triliun atau hampir dua kali lipat dari target APBN," kata Dwi.
Pemerintah telah menetapkan target lifting 2022 sebesar 703.000 bopd dan 5.800 mmscfd. Dwi menyatakan optimismenya dalam mencapai target itu, meskipun entry point 2022 hanya berkisar 660.000 bopd.
"Asalkan para pekerja SKK Migas dapat melakukan langkah-langkah yang tidak biasa. Saya menekankan agar proses mana yang bisa dipercepat agar dipercepat. Kita tidak lagi bisa menjalankan business as usual," katanya.
SKK Migas juga telah mendapatkan minat dari beberapa investor tentang migas non konvensional (MNK) dan juga chemical Enhanced Oil Recovery (EOR) sudah mulai meningkat. Sehingga, dengan meningkatnya minat para investor, strategi terkait MNK dan EOR dapat lebih agresif di tahun-tahun ke depan untuk mendukung capaian produksi nasional di tahun 2030.
Di samping itu, Dwi juga mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Kementerian ESDM atas komitmen penuh dalam mendukung transformasi hulu migas dalam bentuk beragam insentif.
"Kami menyadari betul dukungan pemerintah utamanya Kementerian ESDM terhadap industri hulu migas masih sangat besar, hal ini direalisasikan dalam pemberian insentif baik fiskal maupun non fiskal," kata Dwi.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif menilai perekonomian nasional saat ini belum pulih sepenuhnya yang berdampak pada menurunnya penerimaan negara. Sedangkan pada saat bersamaan dibutuhkan biaya yang besar untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 serta upaya memulihkan kembali aktivitas perekonomian.
Pada kondisi yang sulit ini, dia bersyukur industri hulu migas memberikan kontribusi yang tinggi bagi negara. Jika pada 2020 kontribusi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 8,4 miliar atau setara dengan Rp 121 triliun, sampai November 2021 penerimaan negara dari hulu migas sudah jauh melampaui target.
Menurut Arifin industri hulu migas menunjukkan peranannya ketika negara membutuhkan pada saat yang sulit ini. "Ini sekaligus menegaskan kembali betapa pentingnya industri hulu migas bagi negara," katanya.
Meskipun sudah memberikan kontribusi sejak 70 tahun yang lalu, perananan hulu migas kata dia tetap penting. Adapun dengan memperhatikan rencana umum energi nasional, keberadaan energi dari sektor migas masih tetap dominan sampai 2050.
Namun dia mengingatkan, meningkatnya harga minyak dunia tidak serta merta meningkatkan investasi hulu migas. Perubahan strategi bisnis perusahaan minyak dunia yang mulai memberikan investasi ke EBT menjadi tantangan bersama agar sektor hulu migas tetap menjadi salah satu tujuan investasi.
"Target peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030, mustahil dapat dicapai jika tidak ada peningkatan investasi. Dibutuhkan investasi sekitar US$ 187 miliar dari tahun 2021 sampai 2030, yang artinya rata-rata kebutuhan investasi setiap tahunnya mencapai sekitar US$ 18 miliar," jelas Arifin.
Untuk itu pemerintah akan terus memberikan dukungan untuk pengembangan industri hulu migas nasional. Pemerintah telah melakukan penyederhanaan proses perizinan, memberikan insentif fiskal maupun non fiskal.
Pemerintah juga telah membebaskan investor untuk memilih jenis kontrak yang dianggap memberikan tingkat keekonomian yang lebih sesuai keinginan. Diantaranya seperti PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split.
Pemerintah juga telah menghilangkan biaya signature bonus. Sehingga investor bisa memasukkan biaya ini sebagai bagian dari biaya operasi agar kebutuhan investasi dapat diturunkan. "Kebijakan lainnya seperti DMO Price yang diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan investor menanamkan modalnya di industri hulu migas," kata Arifin.
Dengan dukungan-dukungan tersebut, Arifin berharap SKK Migas dapat mengoptimalkannya dengan melakukan eksekusi di lapangan melalui best effort serta extra ordinary effort. Sehingga diperlukan langkah konkrit dari SKK Migas pada 2022 agar target APBN dapat tercapai.
"Saya mengingatkan pula agar industri hulu migas terus melakukan upaya kegiatan untuk mengurangi emisi karbon. Langkah ini penting agar dukungan terhadap industri hulu migas dapat terus didapatkan dari berbagai stakeholders," kata Arifin.