Kementerian ESDM menyatakan belum berencana merubah ketentuan harga jual batu bara yang diperuntukkan untuk sektor pembangkit listrik di dalam negeri. Harga jual mineral hitam ini ke PLN masih tetap mengacu pada ketentuan domestic market obligation (DMO) yang ditetapkan US$ 70 per ton.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan harga jual batu bara ke PLN masih akan tetap dengan mekanisme DMO yang berlaku saat ini. Pasalnya, kenaikan harga DMO hanya akan membebani rakyat.
"Sejauh ini tidak ada rencana untuk itu. (Kebijakan DMO) diputuskan di sidang kabinet sejak Maret 2018, kita ikuti saja itu, karena menurut hemat saya beberapa masukan dan beberapa kritik mengatakan ini hak-nya rakyat. Jangan disamakan kalau kita jualan ke luar," kata Ridwan dalam diskusi Economic Challenges, Selasa (11/1) malam.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya menyatakan akan mengevaluasi kebijakan harga jual batu bara untuk PLN. Dalam evaluasi tersebut, nantinya PLN akan membeli batu bara dengan harga pasar. Sehingga harga DMO yang ditetapkan US$ 70 tak berlaku lagi.
Kebijakan ini merupakan salah satu solusi Luhut untuk mengatasi masalah kekurangan pasokan batu bara di pembangkit-pembangkit milik PLN yang kerap terjadi. Agar tidak memberatkan PLN, Luhut menyebut pemerintah akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang berfungsi menanggung selisih harga DMO dengan harga pasar yang dibayarkan PLN.
"Jadi nanti kalau ada selisih harga basis US$ 70 per ton dengan harga pasar, BLU yang akan membayarkan dari iuran perusahaan batu bara. Semua perusahaan batu bara memiliki kewajiban yang sama untuk mensubsidi," kata dia.
Luhut telah meminta tim lintas Kementerian/Lembaga untuk merumuskan mekanisme BLU untuk memungut iuran ekspor batu bara tersebut. Badan ini kemungkinan dibentuk dalam satu hingga dua bulan ke depan.
Bahkan pemerintah disebutkan tengah menggodok kebijakan mengenai pemberlakuan tarif royalti bagi para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), setelah nantinya diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Jika PLN membeli batu bara dengan harga pasar, maka royalti domestik akan bersifat progresif yang mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) Indonesia.
Jika HBA di bawah US$ 70 per ton maka tarif royalti sebesar 14%, HBA US$ 70-80 tarif royalti 16%, HBA US$ 80-90 tarif royalti 19%, HBA US$ 90-100 tarif royalti 22%, dan HBA di atas US$ 100 tarif royalti 24%.