Pengusaha Tambang Tak Pacu Produksi di Tengah Lonjakan Harga Batu Bara

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
16/3/2022, 16.57 WIB

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan bahwa pengusaha tidak berencana untuk meningkatkan produksi batu bara di tengah meroketnya harga mineral hitam tersebut di pasar dunia.

“Perusahaan fokus optimalkan produksi sesuai rencana yang telah disetujui pemerintah. Apalagi di Januari sempat tersendat,” kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada Katadata.co.id, Rabu (16/3).

Hendra juga mengatakan bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina tak berdampak signifikan pada kegiatan produksi batu bara di dalam negeri. Konflik tersebut juga tak berdampak pada proyeksi produksi yang dikerjakan oleh produsen batubara.

Adapun target produksi batubara tahun ini sebesar 663 juta ton. Sementara target ekspor dan pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation/DMO) masing-masing 497,2 juta ton dan 165,7 juta ton.

Menurut Hendra hingga saat ini belum ada rencana revisi target yang diajukan. Apalagi revisi baru bisa diajukan ke pemerintah di kuartal 2.

“Saya belum tahu persis apa sudah ada perusahaan yang mau ajukan revisi. Setahu saya para pelaku usaha saat ini berupaya mengoptimalkan produksi sesuai RKAB yang telah disetujui oleh pemerintah, apalagi di Januari produksi sempat terganggu akibat kebijakan larangan ekspor sementara,” kata dia.

Hendra menambahkan, saat ini para anggota APBI yang telah memiliki kontrak penjualan batubara ke PLN akan tetap berkomitmen memenuhi kebutuhan kelistrikan nasional. Tahun ini, para perusahaan tambang batu bara diwajibkan memenuhi target pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (DMO) sejumlah 165,7 juta ton.

Dalam aturan main DMO, Indonesia mewajibkan produsen batubara untuk memasok setidaknya 25% dari total produksi kebutuhan lokal dengan harga maksimal US$ 70 per ton.

Merujuk pada laporan Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi produksi batu bara untuk periode Januari hingga Februari 2022 sebesar 85.45 juta ton. Sedangkan untuk realisasi ekspor 21,66 juta ton.

Seperti diketahui harga batu bara sempat meroket hingga mencapai US$ 446 per ton imbas konflik antara Rusia dan Ukraina. Konflik tersebut dikhawatirkan mengganggu pasokan energi dari Rusia yang merupakan salah satu negara produsen minyak dan gas terbesar di dunia.

Rusia juga merupakan salah satu produsen batu bara terbesar dunia. Kekhawatiran gangguan pasokan energi tersebut membuat permintaan terhadap batu bara meningkat dan melonjakkan harganya.

Di sisi lain, perang Rusia Ukraina tak berdampak terhadap perdagangan komoditas energi dan mineral antara Rusia dan Indonesia. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari hingga Februari 2022, Indonesia mengimpor bahan bakar mineral dengan total nilai US$ 63,9 juta.

Adapun bahan bakar mineral yang dimaksud terdiri dari sumber daya alam seperti batu bara, petroleum, dan gas alam. Pada tahun 2021 lalu, bahan bakar mineral menjadi komoditas impor utama Indonesia terhadap Rusia, dengan total US$ 233,4 juta.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu