PLN rencananya akan menerima pembayaran kompensasi dari pemerintah sebesar Rp 41 triliun pada tahun ini. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan jumlah tersebut merupakan gabungan dari sebagian besaran kompensasi dari 2021 dan 2022 yang totalnya sekitar Rp 54 triliun.
Ia berharap, pembayaran dana talangan subsidi ini dapat membantu PLN dalam mendukung program pemerintah dalam menekan angka inflasi dan menjaga daya beli masyarakat. Adapun kompensasi yang akan dibayarkan kepada PLN untuk tahun 2021 dan tahun ini sebelumnya dianggarkan sebesar Rp 24,6 triliun.
"Kementerian ESDM dari Kemeterian Keuangan yang didikung Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Anggaran DPR ada penambagan kompensasi Rp 54 triliun totalnya. Itu dari tahun lalu dan tahun ini, yang akan dialokasikan Rp 41 triliun," kata Darmawan kepada wartawan di Gedung Kementerian ESDM Jakarta pada Senin (13/6).
Pemerintah memiliki utang kepada Pertamina dan PLN mencapai Rp 109 triliun. Utang ini merupakan kewajiban pembayaran kompensasi atas penyelenggaraan subsidi energi hingga akhir tahun lalu.
"Inilah yang disebut shock absorber. APBN mengambil seluruh shock yang berasal dari kenaikan harga minyak dan biaya penyediaan listrik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Maret, Selasa (28/3).
Adapun utang kompensasi tersebut terdiri atas sisa kewajiban 2020 sebesar Rp 15,9 triliun. Nilai tersebut berasal dari kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak atau HJE BBM kepada Pertamina. Kewajiban pembayaran kompensasi pada 2020 sebenarnya mencapai Rp 63,8 triliun tetapi sebagian besar sudah dilunasi pada tahun lalu.
Selain itu, pemerintah juga memiliki sisa kewajiban kompensasi untuk tahun 2021 sebesar Rp 93,1 triliun. Ini terdiri atas kompensasi HJE BBM kepada Pertamina sebesar Rp 68,5 triliun dan kompensasi tarif listrik ke PLN sebesar Rp 24,6 triliun.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya telah menambah alokasi subsidi untuk PLN sehingga tarif listrik secara keseluruhan tak naik. Pemerintah menambah subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 350 triliun dari alokasi belanja yang semula disediakan dalam APBN 2022 saat ini Rp 154 triliun.
Ia menambahkan, pemerintah telah mendapatkan persetujuan untuk menambah belanja negara pada tahun depan sebesar Rp 393 triliun. Tambahan belanja ini, sebagian besar atau mencapai Rp 350 triliun dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi.
"Sebagian besar masyarakat terlindungi dengan tambahan anggaran untuk subsidi dan kompensasi," katanya.
Dalam rapat dengan Badan Anggaran pada Kamis (19/5) Menkeu menjelaskan bahwa belanja subsidi energi naik Rp 74,9 triliun, terutama untuk subsidi BBM sebesar Rp 71,8 triliun.
Kompensasi kepada Pertamina dan PLN juga bengkak tahun ini sebesar Rp 216,1 triliun, terdiri atas kompensasi BBM sebesar Rp 194,7 triliun dan komponesiasi listrik Rp 21,4 triliun.
Kenaikan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi tersebut dilakukan dengan pertimbangan kenaikan harga minyak mentah dunia yang melonjak terutama karena perang di Ukraina. Pemerintah juga merevisi asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) menjadi US$ 95-105 per barel.
"Kompensasi itu meledaknya sangat tinggi karena barang yang tadinya tidak diatur juga tidak dinaikkan, Pertalite dalam hal ini tidak diubah harganya," tukas Sri Mulyani.