PLN merealisasikan proyek percontohan konversi kompor LPG menjadi kompor induksi di Solo, Jawa Tengah. Hingga pertengahan Juli 2022, ada 1.000 kompor LPG milik keluarga penerima manfaat dengan golongan daya listrik 450 VA dan 900 VA yang diubah menjadi kompor induksi.
Direktur Utama (Dirut) PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan konversi kompor ini dilakukan untuk menekan ketergantungan impor LPG yang tiap tahunnya terus membengkak. Pada 2020 subsidi LPG mencapai Rp 50,6 triliun, kemudian naik menjadi Rp 56,8 triliun pada 2021.
Tahun ini subsidi LPG diperkirakan mencapai Rp 61 triliun dan diproyeksikan mencapai Rp 71,5 triliun pada 2024. Dalam praktiknya, PLN menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah yang biasanya mengkonsumsi LPG bersubsidi. Langkah tersebut sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi beban subsidi di APBN.
Selain memperoleh layanan konversi kompor, seluruh warga penerima manfaat yang tardaftar dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM) juga memperoleh peralatan masak dan edukasi penggunaan kompor induksi oleh petugas PLN.
Program konversi kompor induksi ini bentuk kerja sama PLN dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS).
“Kami berharap masyarakat dapat menggunakan kompor induksi ini untuk memasak dengan lebih nyaman dan lebih cepat,“ kata Darmawan dalam keterangan pers pada Kamis (21/7).
Adapun proyek konversi kompor yang dijalankan PLN di Solo ini menyasar kepada 1.018 pelanggan yang terdiri dari 542 pelanggan sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), 458 pelanggan Non DTKS dan 18 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Terpisah, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Rida Maulana, mengatakan program perluasan kompor induksi dan kompor listrik merupakan salah satu cara untuk mengurangi kelebihan pasokan (oversupply) di beberapa jaringan tenaga listrik seperti sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan sistem Sumatera.
“Pemerintah mengupayakan motor listrik, mobil listrik dan kompor listrik itu semua untuk menyedot overcapacity dan mudah-mudahan ini jalan sesuai harapan untuk mengurangi oversupply,“ kata Rida saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian ESDM pada Rabu (20/7).
Sebelumnya, pemerintah terus mendorong penggunaan kompor induksi listrik sebagai upaya untuk menurunkan impor LPG. Bahkan pemerintah berencana memberikan subsidi Rp 1 juta per keluarga untuk membeli kompor listrik dan peralatan masak yang sesuai agar program konversi kompor LPG ke listrik tidak membebani masyarakat.
“(Berdasarkan) Diskusi internal kami, ini akan dibantu menggunakan fasilitas pemerintah sekitar Rp 1 juta per keluarga. Kalau targetnya 8,3 juta kompor listrik, artinya ada tambahan dana (yang dikeluarkan pemerintah) sekitar Rp 8,3 triliun,” ujarnya beberapa waktu lalu, Senin (14/2).
Selain itu, untuk memperlancar konversi, terutama pada masyarakat pengguna gas LPG 3 kg harus ada strategi khusus. Pertama, PLN akan menambah daya listrik masyarakat miskin, khususnya yang masih berdaya 450-900 volt ampere (VA/watt) menjadi 2.200 VA.
Dia menjelaskan harga LPG non subsidi saat ini Rp 13.500 per kg. Sedangkan 1 kg LPG setara dengan 7 kilowatt jam (kWh) listrik yang harganya Rp 10.250. Artinya dengan konversi ke kompor listrik, pelanggan pengguna LPG non subsidi bisa menghemat biaya untuk memasak Rp 3.250 per kg LPG.
Sementara bagi pengguna LPG 3 kg, yang harganya Rp 7.000 per kg atau disubsidi Rp 6.500 oleh pemerintah, konversi akan membuat biaya untuk memasak lebih mahal Rp 3.250. Inilah yang akan disubsidi pemerintah.
Sehingga di satu sisi masyarakat miskin pengguna LPG 3 kg tidak terbebani dengan konversi ke kompor listrik, di sisi lain pemerintah bisa menghemat subsidi LPG hingga 50%. “Subsidi (LPG) bisa dikurangi separuh. Kami akan mengakselerasi (program) ini secepat mungkin,” tukas Darmawan.